A. Kedudukan Manusia Di
Muka Bumi.
1. Manusia sebagai Abdullah
Kedudukan manusia yang pertama adalah
sebagai Abdullah, yang artinya adalah sebagai hamba Allah.
Sebagai hamba Allah maka manusia harus menuruti kemauan Allah, yang
tidak boleh membangkang pada-Nya. Jika kita
membangkang maka kita akan terkena konsekwensi yang sangat berat. Kita adalah
budak Allah, karenanya setiap perilaku kita harus direstui oleh-Nya, harus
menyenangkan-Nya, harus mengagungkan-Nya.
Untuk pedoman hidup manusia Allah SWT
menurunkan Al Qur'an agar supaya manusia bisa mengemban amanah yang diberikan
oleh Allah SWT, disamping itu juga kita juga wajib untuk melaksanakan pedoman
hidup dan cara beribadah dan bermuamalah berdasarkan Sunnah Rasullullah SAW,
serta ijtihad para ulama dan tabiin yang berdasarkan pada Al Quran dan Al
Hadist.
Kita ini memang budak dihadapan
Allah, namun dengan inilah kita menjadi mulia, kita menjadi mempunyai harga
diri, kita menjadi mempunyai jiwa, kita menjadi mempunyai hati, kita menjadi
mempunyai harapan cerah yang akan diberikan
Allah, karena ketaatan kita itu.
2. Manusia
Sebagai Khalifatullah
Fungsi dan kedudukan manusia di
dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia
di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di
dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat.
Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan
oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah
untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah
itu di bumi? Dan bagaimanakah manusia melaksanakan ibadah-ibadah tersebut?
Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai kesenangan dunia dan ketenangan
akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai tiga pandangan
ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat
30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka
berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas
sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah
di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas tertentu sesuai dengan tugas-tugas
yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di bumi sebagai khalifatullah.
Jika kita menyadari diri kita
sebagai khalifah Allah, sebenarnya tidak ada satu manusia pun di atas
dunia ini yang tidak mempunyai “kedudukan” ataupun “jabatan”. Jabatan-jabatan
lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran dari jabatan pokok
sebagai khalifatullah. Jika seseorang menyadari bahwa jabatan keduniawiannya
itu merupakan penjabaran dari jabatannya sebagai khalifatullah, maka
tidak ada satu manusia pun yang akan menyelewengkan jabatannya. Sehingga tidak
ada satu manusia pun yang akan melakukan penyimpangan-penyimpangan selama dia
menjabat.
Jabatan manusia sebagai khalifah
adalah amanat Allah. Jabatan-jabatan duniawi, misalkan yang diberikan oleh
atasan kita, ataupun yang diberikan oleh sesama manusia, adalah merupakan
amanah Allah, karena merupakan penjabaran dari khalifatullah. Sebagai khalifatullah,
manusia harus bertindak sebagaimana Allah bertindak kepada semua makhluknya.
Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah
secara resmi adalah dimulai pada usia akil baligh sampai kita dipanggil kembali
oleh Allah. Manusia diciptakan oleh Allah di atas dunia ini adalah untuk
beribadah. Lantas, apakah manusia ketika berada di dalam rahim ibunya tidak
menjalankan tugasnya sebagai seorang hamba? Apakah janin yang berada di dalam
rahim itu tidak beribadah?
Pada dasarnya, semua makhluk Allah
di atas bumi ini beribadah menurut kondisinya. Paling tidak, ibadah mereka itu
adalah bertasbih kepada Allah. Disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah:
Yushabbihu lillahi ma fissamawati wama fil ardh.
Bebatuan, pepohonan, gunung, dan
sungai misalkan, semuanya beribadah kepada Allah dengan cara bertasbih. Dalam
hal ini, janin yang berada di dalam rahim ibu beribadah sesuai dengan
kondisinya, yaitu dengan cara bertasbih. Ketika Allah akan meniupkan roh ke
dalam janin, maka Allah bertanya dulu kepada janin tersebut. Allah mengatakan
“Aku akan meniupkan roh ke dalam dirimu. Tetapi jawab dahulu pertanyaan-Ku,
baru Aku akan tiupkan roh itu ke dalam dirimu. Apakah engkau mengakui Aku
sebagai Tuhanmu?” Lalu dijawab oleh janin tersebut, “Iya, aku mengakui Engkau
sebagai Tuhanku.”
Dari sejak awal, ternyata manusia
itu sebelum ada rohnya, atau pada saat rohnya akan ditiupkan, maka Allah
menanyakan dahulu apakah si janin mau mengakui-Nya sebagai Tuhan. Jadi, janin
tersebut beribadah menurut kondisinya, yaitu dengan bertasbih kepada Allah. Tidak
ada makhluk Allah satupun yang tidak bertasbih kepada-Nya.
Manusia mulai melakukan
penyimpangan dan pembangkangan terhadap Allah yaitu pada saat ia berusia akil
baligh hingga akhir hayatnya. Tetapi, jika kita ingat fungsi kita sebagai khalifatullah,
maka takkan ada manusia yang melakukan penyimpangan.
Makna sederhana dari khalifatullah
adalah “pengganti Allah di bumi”. Setiap detik dari kehidupan kita ini
harus diarahkan untuk beribadah kepada Allah, seperti ditegaskan oleh Allah di
dalam firman-Nya:
Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa li ya’budu.
“Tidak Aku ciptakan manusia dan jin
kecuali untuk menyembah kepada-Ku.”
Kalau begitu, sepanjang hayat kita
sebenarnya adalah untuk beribadah kepada Allah. Dalam pandangan Islam, ibadah
itu ada dua macam, yaitu: ibadah primer (ibadah mahdhah) dan ibadah
sekunder (ibadah ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah
ibadah yang langsung, sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah
tidak langsung. Seseorang yang meninggalkan ibadah mahdhah, maka akan
diberikan siksaan oleh Allah. Sedangkan bagi yang melaksanakannya, maka akan
langsung diberikan ganjaran oleh Allah. Ibadah mahdhah antara lain:
shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah
semua aktifitas kita yang bukan merupakan ibadah mahdhah tersebut,
antara lain: bekerja, masak, makan, dan menuntut ilmu.
Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang
paling banyak dilakukan dalam keseharian kita. Dalam kondisi tertentu, ibadah
ghairu mahdhah harus didahulukan daripada ibadah mahdhah. Nabi
mengatakan, jika kita akan shalat, sedangkan di depan kita sudah tersedia
makanan, maka dahulukanlah untuk makan, kemudian barulah melakukan shalat. Hal
ini dapat kita pahami, bahwa jika makanan sudah tersedia, lalu kita
mendahulukan shalat, maka dikhawatirkan shalat yang kita lakukan tersebut
menjadi tidak khusyu’, karena ketika shalat tersebut kita selalu mengingat
makanan yang sudah tersedia tersebut, apalagi perut kita memang sedang lapar.
B. Tugas Manusia di
Muka Bumi.
1. Beribadah Kepada Allah Baik Dalam Pengertian
Sempit (Ibadah Mahdoh) Maupun Luas (Ibadah
Ghairu Mahdoh).
Beribadah
dalam arti sempit artinya mengerjakan Ibadah secara ritual saja, seperti,
Sholat, puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan ibadah dalam arti luas adalah
melaksanakan semua aktifitas baik dalam hubungan dengan secara vertikal kepada
Allah SWT maupun bermuamalah dengan sesama manusia untuk memperoleh keridoan
Allah sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT dan Hadist. Dan tentunya dari
makna ibadah dalam arti luas ini akan terpancarkan pribadi seorang muslim
sejati dimana seorang muslim yang mengerjakan kelima rukun Islam maka akan bisa
memberikan warna yang baik dalam bermuamalah dengan sesama manusia dan banyak
memberikan manfaat selama bermuamalah itu.
Disamping itu, segala
aktifitas yang kita lakukan baik itu aktifitas ibadah maupun aktifitas
keseharian kita dimanapun berada di rumah, di kampus di jalan dan dimanapun
haruslah hanya dengan niat yang baik dan lillahi ta'ala, tanpa ada motivasi
lain selain ALLAH, sebagai misal beribadah dan bersedekah hanya ingin dipuji
oleh orang dengan sebutan “alim dan dermawan”; ingin mendapatkan pujian dari
orang lain; ingin mendapatkan kemudahan dan fasilitas dari atasan selama
bekerja dan studi dengan menghalalkan segala cara dan lain sebagainya. Sekali
lagi jika segala aktifitas bedasarkan niatnya karena Allah, dan dilakukan
dengan peraturan yang Allah turunkan maka hal ini disebut sebagai ibadah yang
sesungguhnya. Di dalam Adz Dzariyat 56: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."
Kita
beribadah kepada Allah bukan berarti Allah butuh kepada kita, Allah sama sekali
tidak membutuhkan kita. Bagi Allah walaupun semua orang di dunia ini
menyembah-Nya, melakukan sujud pada-Nya, taat pada-Nya, tidaklah hal tersebut
semakin menyebabkan meningkatnya kekuasaan Allah. Demikian juga sebaliknya jika
semua orang menentang Allah, maka hal ini tak akan mengurangi sedikitpun
kekuasaan Allah. Jadi sebenarnya yang membutuhkan Allah ini adalah kita, yang
tergantung kepada Allah ini adalah kita, yang seharusnya mengemis minta belas
kasihan Allah ini adalah kita. Yang seharusnya menjadi hamba yang baik ini
adalah kita. Allah memerintahkan supaya kita beribadah ini sebenarnya adalah
untuk kepentingan kita sendiri, sebagai tanda terimakasih kepada-Nya, atas
nikmat yang diberikan-Nya, agar kita menjadi orang yang bertaqwa, Allah SWT
berfirman: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” [2 : 21]
Dan
satu hal penting yang harus dicatat adalah bahwa beribadah hanyalah kepada
Allah saja, menggantungkan hidup ini hanyalah kepada-Nya saja. Dunia ini adalah
instrumen semata, yang akan berperan sebagai bahan ujian dari-Nya. Karenanya,
dalam beribadah, janganlah menduakan Allah, karena hanya Allahlah satu-satunya
dzat yang harus kita sembah dan ibadahi.
Ingatkah kita akan apa yang wajib
kita ucapkan minimal 17 kali sehari, dalam shalat-shalat kita, Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, hanya kepada
Allah lah kami menyembah, dan hanya kepada Allah lah kami minta pertolongan.
Tiada yang lain. Karenanya, Allah tiada mengampuni jika kita mensekutukannya,
menduakannya dengan yang lain. Hanya berbuat karena Allah, dan hanya meminta pertolongan
kepada Allah lah yang membuat kita aman dari murkanya, dan akan mendapatkan
rahmat-Nya.
Tujuan
Ibadah
Tujuan ibadah ada dua (baik itu ibadah
mahdhah, maupun ibadah ghairu mahdhah). Pertama,
untuk mencapai kesenangan hidup di dunia. Kedua, untuk
mencapai ketenangan hidup di akhirat. Atau secara sederhananya yaitu untuk
mencapai kesenangan dan ketenangan dunia dan akhirat. Berbagai macam kesenangan
dunia kita lakukan tak lain adalah untuk meraih kesenangan dan ketenangan
akhirat. Misalkan bekerja. Dengan bekerja, maka seseorang akan mendapatkan
uang. Dengan uangnya tersebut, maka ia akan mendapatkan kesenangan dunia, dan
juga akan semakin memudahkannya untuk melakukan ibadah mahdhah,
misalkan berzakat ataupun menunaikan ibadah haji.
Rasulullah mengatakan, “Orang yang
paling gampang masuk surga adalah orang kaya yang mau bersedekah.”
Mendengar itu, seorang sahabat
berkata, “Ya Rasul, bagaimana kalau saya ini tidak kaya?”
Rasulullah
kemudian menanyakan kepada sahabat tersebut, “Apakah kamu memiliki kurma?”
“Punya, ya Rasul,” jawab sahabat
tersebut.
“Kalau kamu memang memiliki kurma,
maka bagi dua-lah kurma tersebut. Setengahnya sedekahkan kepada orang lain,
sedangkan setengahnya lagi untukmu. Setengah yang kamu bagikan kepada orang lain
tersebut akan mengantarkan kamu untuk masuk surga bersama orang kaya yang suka
bersedekah,” perjelas Rasulullah kepada sahabat tersebut.
Lalu ada lagi sahabat yang bertanya
ketika itu, “Ya Rasul, saya tidak kaya dan tidak punya kurma. Kalau seperti
ini, berarti saya susah masuk surga?”
Lalu Rasulullah bertanya kepada
sahabat tersebut, “Apakah kamu mempunyai air satu gelas?”
“Punya, ya Rasul,” jawab sahabat
tersebut.
“Kalau begitu, yang satu gelas
tersebut kamu bagi dua. Setengahnya untuk kamu, sedangkan setengahnya lagi kamu
sedekahkan kepada orang lain yang membutuhkan. Maka setengah yang kamu
sedekahkan kepada orang lain itu akan mengantarkan kamu masuk surga bersama
orang yang punya kurma yang dibagi dua tadi, dan juga bersama dengan orang kaya
yang suka bersedekah.”
Lalu ada lagi yang bertanya, “Ya
Rasul, saya ini tidak kaya, tidak punya kurma, dan juga tidak punya air satu
gelas. Kalau begitu saya ini akan susah masuk surga?”
Lalu dijawab oleh Rasulullah,
“Kalau kamu tidak mempunyai ketiga-tiganya itu, maka sedekahkanlah kepada
saudaramu kalimat-kalimat yang baik, nasihat-nasihat yang baik, serta
ucapan-ucapan yang baik.”
Nabi juga pernah mengatakan, “Hak
seorang muslim itu adalah untuk didatangi pada saat ia sakit.” Jika itu adalah
hak seorang muslim, maka muslim yang lainnya berkewajiban untuk mendatangi
muslim yang sedang sakit tersebut.
Lalu Nabi juga pernah mengatakan,
“Ketika kalian mendatangi orang yang sedang sakit, coba usap-usaplah dia dengan
mengatakan, bersabarlah, karena ini ujian Allah.” Jadi, kita tidak perlu merasa
berat untuk mendatangi dan menjenguk orang yang sedang sakit jika kita sedang
tak memiliki apa-apa. Karena kita menjenguknya itu dalam rangka “kalimat
thayyibah” kepada mereka yang sakit itu. Patut juga diketahui, kadang kala
orang yang sakit itu kemudian menjadi sembuh lebih dikarenakan motivasi dari
orang-orang yang ada di sekitarnya.
Semua kenikmatan itu diberikan oleh
Allah karena kita diberikan kedudukan sebagai khalifatullah. Khalifatullah
yang sangat efektif adalah khalifatullah yang menyadari dirinya, bahwa
semua kenikmatan yang ada sekarang ini adalah kenikmatan yang diberikan oleh
Allah, dan kita mensyukurinya hanya dengan jalan beribadah kepada-Nya.
Ibadah itu pada hakikatnya dalam
rangka tiga hal:
1) Membina Diri
Dengan Baik.
Jika orang beribadah, tapi dirinya
tidak terbina, sebenarnya ia belum mencapai tujuan itu. Misalkan, dia sering
datang ke pengajian, tapi sifatnya tetap saja tidak pernah berubah. Ini
berarti, bahwa dia menyimpang dari tujuan ibadah.
Mendidik dirinya itu adalah dalam
rangka membina hubungan dengan sesama, dengan lingkungan, dan dengan
Penciptanya. Jadi, kalau kita mendengarkan pengajian, dan pengajian itu adalah
ibadah, maka seharusnya pembinaan diri tersebut menjadi meningkat. Misalkan,
kita mengetahui bahwa minuman yang memabukkan itu diharamkan oleh agama, yang
hal tersebut kita ketahui setelah mendengarkan ceramah agama. Namun setelah
itu, ternyata kita tetap mengkonsumsi minuman yang memabukkan tersebut. Jika
seperti ini, berarti kita belum sempurna membina diri kita dalam rangka
mencapai ibadah.
2) Dalam Rangka
Mensucikan Diri Kita
Mensucikan diri yang dimaksud
adalah: Pertama, mensucikan diri dari sifat-sifat yang kotor. Kedua,
mensucikan diri dari perbuatan-perbuatan kotor. Sifat kotor akan mendorong kita
melakukan perbuatan-perbuatan kotor. Makanya, perbuatan kotor itu kita
minimalkan, bahkan kita hilangkan dari diri kita sendiri. Ketiga,
membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa. Jika kita pernah melakukan
perbuatan dosa, maka kemudian kita bertobat kepada Allah dan beristighfar.
Itulah tujuan dari ibadah yang kita lakukan.
3) Mengisi
Diri Dengan Sifat Yang Terpuji, Mengisi Diri Dengan Perbuatan Baik, Dan Mengisi
Diri Dengan Perbuatan Yang Berpahala
Kalau begitu, sasaran ibadah itu
pada hakikatnya adalah untuk membina diri, mensucikan diri, dan mengisi diri.
Di dalam kehidupan kita sebagai
khalifah Allah, maka ada dua hal yang harus kita perhatikan. Pertama,
ada yang harus dijaga. Kedua, ada yang harus dihindari.
Yang harus dijaga tersebut ada
empat hal:
1. Menjaga
hubungan baik dengan diri sendiri.
2.
Menjaga
hubungan dengan sesama manusia.
3.
Menjaga
hubungan dengan lingkungan.
4. Menjaga
hubungan dengan Allah.
Yang harus dihindari tersebut juga
ada empat hal, yaitu: penzaliman terhadap diri sendiri, terhadap sesama
manusia, terhadap lingkungan, dan terhadap Allah.
2. Pemimpin
(khalifah)
Tugas
yang kedua, sebagai khalifah. Yang dimaksud dengan tugas ini adalah bahwa
manusia memilki kewajiban untuk mengelola, merawat, dan memelihara bumi dengan
sebaik-baiknya. Segala sesuatu yang ada di dunia ini
telah ditaklukkan Allah bagi manusia, Hewan, tumbuhan, binatang, bumi dengan
segala apa yang terpendam di dalamnya. Allah memberikan
perintah ini dapat kita simak dalam firman Allah, “Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?’ Tuhan Berfirman, ‘SAesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.’ “ (QS. Al-Baqarah : 2)
Manusia
adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain (Q.S.
al-Isra’: 70) dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian,
baik fisik maupun psikhisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai
alat potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah
maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka
bumi.
Tugas
manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi
sebagaimana yang tersebut
di atas yakni menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran
di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan
hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara beriman dan beramal saleh
(Q.S. al-Ra’d : 29), bekerjasama dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama
dalam menegakkan kesabaran (Q.S. al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas
kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia pertama
hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari
pelaksanaan pengabdian kepadaNya (’abdullah).
Tugas-tugas
kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri;
tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat;
dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas:
Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas:
1) Menuntut
ilmu pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), karena manusia itu adalah makhluk yang
dapat dan harus dididik/diajar (Q.S. al-Baqarah: 31) dan yang mampu mendidik/mengajar
(Q.S. Ali Imran: 187, al-An’am: 51);
2) Menjaga
dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan
kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6) termasuk di dalamnya adalah menjaga dan
memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dan sebagainya; dan
3) Menghiasi
diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlaq berasal dari kata khuluq atau khalq.
Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan khalq merupakan bentuk lahir/
jasmani. Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan manusia terdiri atas gabungan dari
keduanya itu yakni jasmani (lahir) dan rohani (batin). Jasmani tanpa rohani
adalah benda mati, dan rohani tanpa jasmani adalah malaikat. Karena itu orang
yang tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia sama halnya dengan jasmani
tanpa rohani atau disebut mayit (bangkai), yang tidak saja membusukkan dirinya,
bahkan juga membusukkan atau merusak lingkungannya.
Tugas
kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi tugas membentuk rumah tangga
bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah dan mawaddah wa rahmah/cinta kasih
(Q.S. ar-Rum: 21) dengan jalan menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai
suami-isteri atau ayah-ibu dalam rumah tangga.
Tugas
kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas : (1) mewujudkan persatuan dan
kesatuan umat (Q.S. al-Hujurat: 10 dan 13, al-Anfal: 46); (2) tolong menolong
dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. al-Maidah: 2); (3) menegakkan keadilan dalam
masyarakat (Q.S. al-Nisa’: 135); (4) bertanggung jawab terhadap amar ma’ruf
nahi munkar (Q.S. Ali Imran: 104 dan 110); dan (5) berlaku baik terhadap
golongan masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya adalah para fakir dan
miskin serta anak yatim (Q.S. al-Taubah: 60, al-Nisa’: 2), orang yang cacat
tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11), orang yang berada di bawah penguasaan orang lain dan
lain-lain.
Sedangkan tugas
kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi tugas-tugas:
1)
Mengkulturkan
natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan,
sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup
manusia;
2)
Menaturkan
kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasil karya manusia harus
disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan
hidup, agar tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan
3)
MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam
berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan
lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa
dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ajaran
Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.
Jika kita memperhatikan ayat-ayat yang
tersebut di atas, maka setidaknya ada beberapa perilaku
positif yang harus dimiliki seorang khalifah, yaitu tidak membuat kerusakan di
muka bumi. Kerusakan ini meliputi seluruh keburukan yang diperbuat oleh
manusia, seperti melakukan kerusakan terhadap lingkungannya (melakukan
pembabatab hutan secara illegal dan perbuatan buruk lainnya yang sejenis.),
atau menjerumuskan diri sendiri dan orang lain ke dalam kubangan narkoba dan
pergaulan bebas. Seorang khalifah juga tidak akan menumpahkan darah sesame
manusia dengan sangat mudah. Ini juga memiliki pengertian membunuh karakter
saudara kita yang lain dengan melakukan fitnah dan adu domba diantara sesama
manusia. Dan tentunya seorang khalifah juga mertupakan seorang manusia yang
rajin beribadah kepada Allah SWT dan selalu mengekalkan kebaikan di sepanjang
hidupnya. JIka seorang khalifah mnampu bertindak seprti disebutkan di atas,
kehidupan di bumi dapat berlangsung penuh kebahagiaan dan kedamaian.
3.
Berdakwah.
Yang ketiga, berdakwah. Tugas
berdakwah bukan hanya pekerjaan guru agama, ustadz ataupun seorang kiai. Ini
adalah kewajiban seorang muslim. Untuk berdakwah sesrorang tidak perlu menjadi
ustadz, hanya sampaikan kebaikan yang hari ini kita ketahui, Jika esok hari
kita mengetahui kebaikan maka sampaikan kebaikan tersebut kepasa saudara yang
lain. Tetapi sampaikan informasi mengenai kebaikan tersebut dalam dengan
bijaksana, perkataan yang sopan. Jangan memaksakan kehendak kepada orang lain,
ketika kita menyambaikan kebaikan yang datangnya dari sisi Allah. Ingatlah
saudara, betapapun indahnya sebuah kebaikan, ia tidak akan bias disampaikan
dengan kekerasan dan keburukan yang baru.
Adapun
ayat-ayat Al-qur’an yang menyatakan tentang tugas manusia di muka bumi di antaranya adalah:
·
Al Baqarah
KEESAAN DAN KEKUASAAN TUHAN
Perintah menyembah Tuhan Yang Maha Esa
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Penciptaan manusia dan penguasaannya di bumi
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
·
Al An’aam
165. Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di
bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
·
Al A’raaf
129. Kaum Musa berkata: “Kami telah ditindas (oleh Fir’aun)
sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang[556].
Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu
khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.
[556].
Mereka mengeluh kepada Musa a.s. bahwa nasib mereka sama saja; baik sebelum
kedatangan Musa a.s. untuk menyeru mereka kepada agama Allah dan melepaskan
mereka dari perbudakan Fir’aun, maupun sesudahnya. Ini menunjukkan kekerdilan
jiwa dan kelemahan daya juang pada mereka.
[557].
Maksudnya: Allah akan membalas perbuatanmu, yang baik dibalas dengan yang baik,
dan yang buruk dibalas dengan yang buruk.
·
Huud
Kisah Nabi Shaleh a.s.
61. Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh.
Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu
Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan
kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan
(doa hamba-Nya).”
[726].
Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan
dunia.
·
Al Mu’minuun
Tuhan menciptakan manusia bukanlah dengan percuma
115. Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?
·
An Nuur
55. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman
di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa.
Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.
Ya Allah.pemaparan nya sangat jelas dan padat.ternyata selama ini saya banyak berbuat dosa.makasih akhi.izin copy
BalasHapusYa Allah.pemaparan nya sangat jelas dan padat.ternyata selama ini saya banyak berbuat dosa.makasih akhi.izin copy
BalasHapusSaya suka bisakah gabung dengan blog saya
BalasHapusWhat is casino gaming? | DrMD
BalasHapusIn casinos, the players can bet 제천 출장마사지 against real money 김해 출장안마 online. There are casinos that allow players to 구리 출장마사지 bet 청주 출장마사지 on a wide range 전라북도 출장안마 of games. However, in poker, players