2.1 Pengertian Fitrah Manusia
Secara etimologi fitrah
berasal dari kata fathara yang artinya “menjadikan”, secara terminologi fitrah
adalah mencipta / menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan merupakan
pola dasar yang perlu penyempurnaan. Menurut Shanminan Zain (1986) bahwa fitrah
adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia
dibawah sejak lahir. Menurut Al Auzal (1976) fitrah adalah kesucian dalam
jasmani dan rohani. Menurut Ramayulis : fitrah adalah kemampuan dasar bagi
perkembangan manusia yang dianugrahkan oleh Allah SWT yang tidak ternilai
harganya dan harus dikembangkan agar manusia dapat mencapai tingkat kesempurnaan.
Dalam Al-Qur’an, dalam
surat Ar rum ayat 30 dijelaskan, yaitu :
óOÏ%r'sù
y7ygô_ur
ÈûïÏe$#Ï9
$ZÿÏZym
4 |NtôÜÏù
«!$#
ÓÉL©9$#
tsÜsù
}¨$¨Z9$#
$pkön=tæ
4 w
@Ïö7s?
È,ù=yÜÏ9
«!$#
4 Ï9ºs
ÚúïÏe$!$#
ÞOÍhs)ø9$#
ÆÅ3»s9ur
usYò2r&
Ĩ$¨Z9$#
w
tbqßJn=ôèt
ÇÌÉÈ
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu
kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan asli) itulah
fitrah Allah yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu tak ada perubahan
atas fitrah ciptaannya. Itulah agama yang lurus namun kebanyakan mereka tidak
mengetahuinya.”
Dari ayat di atas dapat
diketahui bahwa fitrah adalah suatu perangkat yang diberikan oleh Allah yaitu
kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut dengan
potensialitas dan manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling tinggi,
yaitu memiliki struktur jasmaniah dan rohaniah yang membedakannya dengan
makhluk lain.
2.2
Makna Fitrah
Makna fitrah menurut
Hasan Langgulung (1986 : 5) menyatakan bahwa, ketika Allah
menghembuskan/meniupkan ruh pada dirinya manusia (pada proses kejadian manusia
secara fisik maupun nonfisik) maka pada saat itu pula manusia (dalam bentuk
sempurna) mempunyai sebagian sifat-sifat ketuhanan yang tertuang dalam Al-Asmahusna.
Hanya saja kalau Allah serba maha, sedangkan manusia hanya diberi sebagiannya,
sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan dibawanya
sejak lahir itulah yang disebut fitrah.
Misalnya, Al-Alim (maha
mengetahui), manusia hanya diberi kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan.
Al-Rahman dan Al-Rahim (maha pengasih maha penyayang) manusia juga diberi kemampuan
untuk mengasihi dan menyayangi, Al-Afuw Al-Ghafar (maha pema’af maha
pengampun), manusia juga diberi kemampuan untuk mema’afkan dan mengampuni
kesalahan orang lain. Al Khalik (maha pencipta) manusia juga diberi kemampuan
untuk mengkreasikan sesuatu, membudayakan alam.
2.3
Macam-Macam Fitrah
1. Potensi Fisik
(Psychomotoric)
Merupakan potensi fisik manusia yang dapat
diberdayakan sesuai fungsinya untuk berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan hidup.
2. Potensi Mental Intelektual
(IQ)
Merupakan potensi yang ada pada otak manusia
fungsinya : untuk merencanakan sesuatu untuk menghitung, dan menganalisis,
serta memahami sesuatu tersebut.
3. Potensi Mental Spritual
Question (SP)
Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu
pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan
akhlak manusia.
4. Potensi Sosial Emosional
Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak
manusia fungsinya mengendalikan amarah, serta bertanggung jawab terhadap
sesuatu.
2.4
Tujuan Hidup Manusia
Menurut Islam
Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu
dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan
manfaat. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia, sekaligus sebagai
khalifah di muka bumi, manusia harus menyadari terhadap tujuan hidupnya. Dalam
konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia memiliki bebrapa tujuan
hidup, diantaranya adalah sebagai berikut;
1. Menyembah Kepada Allah (Beriman)
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah ada dengan sendirinya.
Manusia diciptakan oleh Allah, dengan dibekali potensi dan infrastruktur yang
sangat unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia ini bukan saja dilihat
dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifat yang dimiliki oleh
manusia. Sebagai ciptaan, manusia dituntut memiliki kesadaran terhadap posisi
dan kedudukan dirinya di hadapan Tuhan. Dalam konteks ini, posisi manusia
dihadapan Tuhan adalah bagaikan “hamba” dengan “majikan” atau “abdi” dengan
“raja”, yang harus menunjukan sifat pengabdiaan dan kepatuhan.
Sebagai agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi manusia di dunia
ini adalah sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Posisi ini menunjukkan bahwa salah
satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi atau beribadah kepada
Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah adalah taat dan patuh
terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara menjalankan seluruh perintah-Nya
dan menjauhi seluruh larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini,
Allah SWT. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah
semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat ayat 56 dan
QS. Al-Bayyinah ayat 5).
Makna beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala perintah
dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibadah secara umum. Dalam tataran
praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan dalam setiap aktivitas yang
diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti bekerja secara professional,
mendidik anak, berdakwah dan lain sebagainya. Dengan demikian, misi hidup
manusia untuk beribadah kepada Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas
yang bertujuan mencari ridla Allah (mardlotillah).
Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan terhadap
hukum syara’ yang mengatur hubungan vertical-transendental (manusia dengan
Allah). Hukum syara’ ini selalu berkaitan dengan amal manusia yang
diorientasikan untuk menjalankan kewajiban ‘ubudiyah manusia, seperti
menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa, memberikan zakat, pergi
haji dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan hidup
manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah. Dalam pengertian yang lebih
sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan “beriman”. Manusia memiliki keharusan
menjadi individu yang beriman kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan
kebalikan dari syirik, sehingga dalam kehidupannya manusa sama sekali tidak
dibenarkan menyekutukan Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini
(Syirik).
2. Memanfaatkan Alam Semesta (Beramal)
Manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang tertinggi (QS. At-Tien
ayat 4). Sebagai makhluk tertinggi, disamping menjadi hamba Allah, manusia juga
dijadikan sebagai khalifah atau wakil Tuhan dimuka bumi (QS. al-Isra’ ayat 70).
Di samping itu, Allah juga menegaskan bahwa manusia ditumbuhkan (diciptakan)
dari bumi dan selanjutnya diserahi untuk memakmurkannya (QS. Hud ayat 16 dan
QS. al-An’am ayat 165). Dengan demikian, seluruh urusan kehidupan manusia dan
eksistensi alam semesta di dunia ini telah diserahkan oleh Allah kepada
manusia.
Perintah memakmurkan alam, berarti perintah untuk menjadikan alam semesta
sebagai media mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di muka bumi. Al-Qur’an
menekankan bahwa Allah tidak pernah tak perduli dengan ciptaan-Nya. Ia telah
menciptakan bumi sebanyak Ia menciptakan langit, yang kesemuanya dimaksudkan
untuk menjamin kesejahteraan lahir dan batin manusia. Ia telah menciptakan
segala sesuatu untuk kepentingan manusia. Bintang diciptakan untuk membantu
manusia dalam pelayaran, bulan dan matahari diciptakan sebagai dasar
penanggalan. Demikian juga dengan realitas kealaman yang lainnya, diciptakan
adalah dengan membekal maksud untuk kemaslahatan manusia.
Untuk menjadikan realitas kealaman dapat dimanfaatkan oleh manusia, Allah
telah membekalinya dengan potensi akal. Di samping itu, Allah juga telah
mengajarkan kepada manusia terhadap nama-nama benda yang ada di alam semesta.
Semua ini diberikan oleh Allah adalah sebagai bekal untuk menjadikan alam
semesta sebagai media membentuk kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Dalam
hal ini Allah menegaskan bahwa manusia harus mengembara dimuka bumi, dan
menjadikan seluruh fenomena kealaman sebagai pelajaran untuk meraih kebahagian
hidupnya (QS. Al-Ankabut ayat 20 dan QS. Al-Qashash ayat 20).
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat jelas bahwa dalam kehidupannya
manusia memiliki tujuan untuk memakmurkan alam semesta. Implementasi tujuan ini
dapat diwujudkan dalam bentuk mengambil i’tibar (pelajaran), menunjukan sikap
sportif dan inovatif serta selalu berbuat yang bermanfaat untuk diri dan
lingkungannya. Dalam konteks hubungannya dengan alam semesta, dalam
kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk melakukan kerja perekayasaan agar
segala yang ada di alam semesta ini dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan
kata lain, tujuan hidup manusia yang semacam ini dapat dikatakan dengan tujuan
untuk “beramal”.
3. Membentuk Sejarah Dan Peradaban (Berilmu)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, Allah menciptakan alam semesta ini
dengan pasti dan tidak ada kepalsuan di dalamnya (QS. Shod ayat 27). Oleh
Karena itu, alam memiliki eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan
mengikuti hukum-hukum yang tetap (sunnatullah). Di samping itu, sebagai ciptaan
dari Dzat yang merupakan sebaik-baiknya pencipta (QS. al-Mukminun ayat 14),
alam semesta mengandung nilai kebaikan dan nilai keteraturan yang sangat
harmonis. Nilai ini diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia, khususnya
bagi keperluan perkembangan sejarah dan peradabannya (QS. Luqman ayat 20). Oleh
karena itu, salah satu tujuan hidup manusia menurut al-Qur’an di muka bumi ini
adalah melakukan penyelidikan terhadap alam, agar dapat dimengerti hukum-hukum
Tuhan yang berlaku di dalamnya, dan selanjutnya manusia memanfaatkan alam
sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri, demi kemajuan sejarah dan peradabannya.
Proses pemanfaatan alam semesta dalam kehidupan manusia diwujudkan dengan
perbuatan dan aktivitas riil yang memiliki nilai guna. Perbuatan atau aktivitas
riil yang dijalankan manusia dimuka bumi ini selanjutnya membentuk rentetan
peristiwa, yang disebut dengan “sejarah”. Dunia adalah wadah bagi sejarah,
dimana manusia menjadi pemilik atau rajanya. Hidup tanpa sejarah adalah kehidupan
yang dialami oleh manusia setelah kematian. Karena dalam kehidupan pasca
kematian manusia hanya diharuskan mempertanggungjawabkan terhadap sejarah yang
telah dibuat atau dibentuk selama dalam kehidupannya di dunia. Dengan demikian,
dalam kehidupannya di dunia, manusia juga memiliki tujuan untuk membentuk
sejarah dan peradabannya yang baik, dan selanjutnya harus dipertanggungjawabkan
di hadapan Tuhannya.
Uraian dapat membentuk sejarahnya, manusia harus selalu iqra’ atau
membaca alam semesta. Dengan kata lain, manusia harus menjadikan alam semesta
sebagai media mengembangkan ilmu dan pengetahuannya. Oleh karena itu, tujuan
manusia membentuk sejarah dan peradaban ini dapat dikatakan sebagai tujuan
menjadi manusia yang “berilmu”.
Berdasarkan uraian tentang tujuan-tujuan hidup manusia di atas, dapat
ditarik benang merah, bahwa menurut al-Qur’an manusia setidaknya memiliki 3
tujuan dalam hidupnya. Ketiga tujuan tersebut adalah; pertama, menyembah kepada
Allah Swt. (beriman). Kedua, memakmurkan alam semesta untuk kemaslahatan
(beramal) dan Ketiga, membentuk sejarah dan peradabannya yang bermartabat
(berilmu). Dengan kata lain, menurut al-Qur’an, tugas atau tujuan pokok hidup
manusia dimuka bumi ini sebenarnya sangatlah sederhana, yakni menjadi manusia
yang “beriman”, “beramal” dan “berilmu”. Keterpaduan ketiga tujuan hidup
manusia inilah yang menjadikan manusia memiliki eksistensi dan kedudukan yang
berbeda dari makhluk Allah lainnya.
2.5 Tugas Hidup Manusia Menurut Islam
Di dalam Al Quran, sedikitnya ada tiga hal utama yang menjadi tugas
manusia di dunia, yaitu:
1. Menjadi khalifah Allah,
sesuai dengan firman Allah: Kaum Musa berkata, "Kami telah ditindas (oleh
Firaun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang." Musa
menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu
khalifah di bumi Allah, maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu."
(al-A'raf: 129). Pengertian kalimat, "Allah akan melihat bagaimana
perbuatanmu", berarti Allah akan membalas perbuatan manusia; yang baik dibalas
baik dan yang buruk dibalas buruk.
2. Menyembah Allah,
sesuai dengan firman Allah: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat: 56).
3. Memakmurkan bumi,
sesuai dengan firman Allah: Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka
Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak
ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudian
bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan doa hamba-Nya." (Huud: 61). Pengertian kata pemakmurnya
berarti manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
Tiga tugas ini saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Memakmurkan
bumi jika dilandasi niat yang benar, adalah ibadah sesuai dengan perintah
Allah, dan dalam satu waktu telah terlaksana tugas khalifatullah yang
berorientasi kepada memakmurkan bumi.
2.6
Ciri-Ciri Manusia
Sempurna Dalam Pandangan Islam
Sesungguhnya manusia itu
diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sempurna dan bagus, dan manusia
diciptakan sebagai kholifah Allah di bumi, dan telah dijadikan bumi seisinya
untuk tunduk kepada manusia. Allah befirman : “Sungguh kami telah ciptakan
manusia dalam bentuk yang sempurna" (At Tiin : 5).
Ciri
manusia yang sempurna menurut Islam adalah :
- Jasmani Yang Sehat
Serta Kuat Dan Berketerampilan.
Ini diperlukan untuk penyiaran pembelaan dan penegakan ajaran agama
Islam. Islam juga menghendaki manusia sehat mental (iman), selain jasmani.
Untuk itu dalil-dalil nakli menunjangnya :
§ Qs. Al anfal:60
(Penjasmani) : mempersiapkan kekuatan dan pasukan berkuda untuk menghadapi
musuh agama.
§ Qs. Al ankabut:43 :
Pentingnya ilmu, berfikir dan belajar
§ Sabda Nabi (Al bukhari
I,1981:25) : perintah belajar
§ Qs. Al alaq:1 : orang
islam harus pandai membaca
§ Qs. An nahl:43 : menyuruh
bertanya bila tidak tahu.
Islam menghendaki manusia berpengetahuan sebagai cirri akalnya berkembang
baik, yang berisi banyak pengetahuan, sains, filsafat, serta kemampuan
menyelesaikan masalah secara ilmiah atau filosofis.
Akal cerdas karunia tuhan indikatornya ialah kecerdasan umum (IQ) yang
juga ditentukan oleh keturunan yang berkaitan dengan kesehatan jiwa dan fisik.
Sungguh beruntunglah kita yang dikaruniai jasmani yang sempurna. Kaki,
tangan, lidah, mata, hidung, telinga, perut adalah pemberian Allah yang harus
kita syukuri dengan mempergunakannya untuk melaksanakan perintahNya dan
menjauhi laranganNya. Dengan jasmani kita bisa merasakan kenikmatan hidup di
dunia ini.
2. Rohani Yang Berkualitas Tinggi.
Rohani adalah selain jasmani dan akal. Rohani bersifat samar, ruwet,
jelas batasnya, manusia tidak mengetahui hakikatnya. Tasawuf dan pendidikan
islam menyebutnya dengan Qalb ( kalbu).
Qalbu gejalanya (jasa) jelas: sedih, gelisah, malu, sabar, serakah, putus
asa, cinta, benci, iman, kepampuan melihat yang ghaib (syurga, neraka, bahakan
tuhan), melihat tuhan adalah kemampuan manusia memperoleh ilmu laduni dan ilmu
kasyaf.
Kekuatan jasmani dibatasi objek objek materi yang ditangkap indra.
Kekuatan akal sangat luas : dapat mengetahui objek abstrak sebatas fikiran
logis. Kekuatan rohani lebih jauh, jasmani, dan akal atau tidak terbatas.
Islam mengistimewakan aspek kalbu, kalbu dapat menembus alam ghaib,
bahakan menembus tuhan. Kalbu merupakan potensi yang mampu beriman secara
sungguh sungguh, iman tempatnya dalam kalbu (Al hujurat:14, Al ma’idah:141).
Jadi intinya rohani adalah unsur manusia yang tidak kasatmata,
yang menjadikan jasmani menjadi manusia yang hidup. Dalam buku yag ditulis
barmawie umary, rohani terdiri dari :
o
Akal
Akal
= dengannya manusia yang lemah bisa mengendalikan kehidupannya di dunia. Berkat
akal pula kehidupan manusia bisa jadi lebih mudah. Apa yang ada dihadapan anda
sekarang ini adalah bukti kemampuan yang dikaruniakan allah hanya kepada manusia,
yaitu akal. Dengan akal pulalah perbedaan antara hewan dan manusia sangat
mencolok.
o Nafsu
Nafsu
= adalah suatu bagian rohani yang dimiliki manusia untuk berkehendak atau
berkeinginan. Tanpa nafsu barangkali takkan ada kemajuan dalam hidup manusia.
Akan tetapi seringkali nafsu mengalahkan hati dan akal sehingga yang terjadi
adalah kerusakan. Masih dari buku karya barmawie, tersebut bahwa nafsu
dikategorikan menjadi:
Nafsul ammarah : yaitu jiwa yang belum mampu membedakan yang baik dan buruk, lebih
mendorong kepada tindakan yang tidak patut.
Nafsul lawwamah : yaitu jiwa yang telah memiliki rasa insaf dan menyesal setelah melakukan
suatu pelanggaran, malu perbuatan buruknya diketahui orang lain an tetapi belum
mampu untuk menghentikan tindakanya
Nafsul musawwalah : jiwa yang telah bisa membedakan yang baik dan buruk, telah bisa
menggunakan akalnya untuk menimbang mana yang baik dan mana yang buruk.
Nafsul muthmainnah : yaitu jiwa yang telah mendapat tuntunan dan terpelihara sehingga
mendatangkan ketenangan jiwa. Dengan jiwa ini akan melahirkan sikap dan
perbuatan yang baik dan membentengi kekejian
Nafsu mulhamah : adalah jiwa yang memperoleh ilham dari allah swt dikarunia ilmu dan
dihiasi akhlak mahmudah.
Nafsu raadliyah : yaitu jiwa yang ridho kepada allah, selalu bersyukur kepadanya.
Nafsu mardliyah : yaitu jiwa yang diridhoi allah.
Nafsu kaamilah : yaitu jiwa yang telah sempurna.
o Qolbu
Qolbu
(hati) = dari hatilah segala kepribadian manusia muncul. Apabila hati selalu
dibina secara baik sesuai syari'at maka manusia akan berakhak mulia. Akan
tetapi seringkali kekuasaan hati tertutupi oleh kekuasaan nafsu, apalagi dengan
ditambah bisikan-bisikan syetan, sehingga yang muncul bukanlah cahaya ilahi
akan tetapi bisikan syetan. Oleh karenanya hati harus selalu disirami tuntunan
islam dengan selalu berzdikir kepada allah. Dalam menjaga hatinya seorang
muslim harus selalu wasapada terhadap terjangkitnya penyakit hati. Penyakit hat
sungguh berbahaya bagi kehidupannya.
Qalbu
yang berisi iman mempunyai gejala, ditandai :
§ Shalat khusyuk (Al
mu’min:1-2)
§ Mengingat Allah, hatinya
tenang (Az zumar:23)
§ Disebut nama Allah
bergetar hatinya ( Al hajj:34-35)
§ Dibacakan ayat Allah
sujud dan menangis (Maryam:58, Al isra’:109)
o Roh
Roh =
seorang mukmin percaya bahwa manusia hidup karena roh yang ada dalam jasadnya.
Akan tetapi bagaimana bentuk atau wujudnya itu bukanlah urusan manusia, karena
allah telah berfirman : dan mereka bertanya kepadamu (muhammad) tentang roh;
katakanlah : roh itu urusan rabb ku dan kamu tidak diberi ilmu melainkan
sedikit."
0 komentar:
Posting Komentar