Rabu, 17 Oktober 2012

Tentang Fitrah Manusia



2.1 Pengertian Fitrah Manusia
Secara etimologi fitrah berasal dari kata fathara yang artinya “menjadikan”, secara terminologi fitrah adalah mencipta / menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan merupakan pola dasar yang perlu penyempurnaan. Menurut Shanminan Zain (1986) bahwa fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia dibawah sejak lahir. Menurut Al Auzal (1976) fitrah adalah kesucian dalam jasmani dan rohani. Menurut Ramayulis : fitrah adalah kemampuan dasar bagi perkembangan manusia yang dianugrahkan oleh Allah SWT yang tidak ternilai harganya dan harus dikembangkan agar manusia dapat mencapai tingkat kesempurnaan.
Dalam Al-Qur’an, dalam surat Ar rum ayat 30 dijelaskan, yaitu :
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  

Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan asli) itulah fitrah Allah yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu tak ada perubahan atas fitrah ciptaannya. Itulah agama yang lurus namun kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.”

Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa fitrah adalah suatu perangkat yang diberikan oleh Allah yaitu kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut dengan potensialitas dan manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling tinggi, yaitu memiliki struktur jasmaniah dan rohaniah yang membedakannya dengan makhluk lain.


2.2  Makna Fitrah
Makna fitrah menurut Hasan Langgulung (1986 : 5) menyatakan bahwa, ketika Allah menghembuskan/meniupkan ruh pada dirinya manusia (pada proses kejadian manusia secara fisik maupun nonfisik) maka pada saat itu pula manusia (dalam bentuk sempurna) mempunyai sebagian sifat-sifat ketuhanan yang tertuang dalam Al-Asmahusna. Hanya saja kalau Allah serba maha, sedangkan manusia hanya diberi sebagiannya, sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan dibawanya sejak lahir itulah yang disebut fitrah.
Misalnya, Al-Alim (maha mengetahui), manusia hanya diberi kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan. Al-Rahman dan Al-Rahim (maha pengasih maha penyayang) manusia juga diberi kemampuan untuk mengasihi dan menyayangi, Al-Afuw Al-Ghafar (maha pema’af maha pengampun), manusia juga diberi kemampuan untuk mema’afkan dan mengampuni kesalahan orang lain. Al Khalik (maha pencipta) manusia juga diberi kemampuan untuk mengkreasikan sesuatu, membudayakan alam.

2.3  Macam-Macam Fitrah
1.      Potensi Fisik (Psychomotoric)
Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
2.      Potensi Mental Intelektual (IQ)
Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk merencanakan sesuatu untuk menghitung, dan menganalisis, serta memahami sesuatu tersebut.
3.      Potensi Mental Spritual Question (SP)
Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak manusia.

4.      Potensi Sosial Emosional
Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya mengendalikan amarah, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu.

2.4  Tujuan Hidup Manusia Menurut Islam
Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan manfaat. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia, sekaligus sebagai khalifah di muka bumi, manusia harus menyadari terhadap tujuan hidupnya. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia memiliki bebrapa tujuan hidup, diantaranya adalah sebagai berikut;

1.      Menyembah Kepada Allah (Beriman)
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah ada dengan sendirinya. Manusia diciptakan oleh Allah, dengan dibekali potensi dan infrastruktur yang sangat unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia ini bukan saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifat yang dimiliki oleh manusia. Sebagai ciptaan, manusia dituntut memiliki kesadaran terhadap posisi dan kedudukan dirinya di hadapan Tuhan. Dalam konteks ini, posisi manusia dihadapan Tuhan adalah bagaikan “hamba” dengan “majikan” atau “abdi” dengan “raja”, yang harus menunjukan sifat pengabdiaan dan kepatuhan.
Sebagai agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi manusia di dunia ini adalah sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Posisi ini menunjukkan bahwa salah satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah adalah taat dan patuh terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, Allah SWT. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat ayat 56 dan QS. Al-Bayyinah ayat 5).
Makna beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala perintah dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibadah secara umum. Dalam tataran praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan dalam setiap aktivitas yang diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti bekerja secara professional, mendidik anak, berdakwah dan lain sebagainya. Dengan demikian, misi hidup manusia untuk beribadah kepada Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan mencari ridla Allah (mardlotillah).
Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan terhadap hukum syara’ yang mengatur hubungan vertical-transendental (manusia dengan Allah). Hukum syara’ ini selalu berkaitan dengan amal manusia yang diorientasikan untuk menjalankan kewajiban ‘ubudiyah manusia, seperti menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa, memberikan zakat, pergi haji dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan hidup manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah. Dalam pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan “beriman”. Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang beriman kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan kebalikan dari syirik, sehingga dalam kehidupannya manusa sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini (Syirik).

2.      Memanfaatkan Alam Semesta (Beramal)
Manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang tertinggi (QS. At-Tien ayat 4). Sebagai makhluk tertinggi, disamping menjadi hamba Allah, manusia juga dijadikan sebagai khalifah atau wakil Tuhan dimuka bumi (QS. al-Isra’ ayat 70). Di samping itu, Allah juga menegaskan bahwa manusia ditumbuhkan (diciptakan) dari bumi dan selanjutnya diserahi untuk memakmurkannya (QS. Hud ayat 16 dan QS. al-An’am ayat 165). Dengan demikian, seluruh urusan kehidupan manusia dan eksistensi alam semesta di dunia ini telah diserahkan oleh Allah kepada manusia.
Perintah memakmurkan alam, berarti perintah untuk menjadikan alam semesta sebagai media mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di muka bumi. Al-Qur’an menekankan bahwa Allah tidak pernah tak perduli dengan ciptaan-Nya. Ia telah menciptakan bumi sebanyak Ia menciptakan langit, yang kesemuanya dimaksudkan untuk menjamin kesejahteraan lahir dan batin manusia. Ia telah menciptakan segala sesuatu untuk kepentingan manusia. Bintang diciptakan untuk membantu manusia dalam pelayaran, bulan dan matahari diciptakan sebagai dasar penanggalan. Demikian juga dengan realitas kealaman yang lainnya, diciptakan adalah dengan membekal maksud untuk kemaslahatan manusia.
Untuk menjadikan realitas kealaman dapat dimanfaatkan oleh manusia, Allah telah membekalinya dengan potensi akal. Di samping itu, Allah juga telah mengajarkan kepada manusia terhadap nama-nama benda yang ada di alam semesta. Semua ini diberikan oleh Allah adalah sebagai bekal untuk menjadikan alam semesta sebagai media membentuk kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Dalam hal ini Allah menegaskan bahwa manusia harus mengembara dimuka bumi, dan menjadikan seluruh fenomena kealaman sebagai pelajaran untuk meraih kebahagian hidupnya (QS. Al-Ankabut ayat 20 dan QS. Al-Qashash ayat 20).
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat jelas bahwa dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk memakmurkan alam semesta. Implementasi tujuan ini dapat diwujudkan dalam bentuk mengambil i’tibar (pelajaran), menunjukan sikap sportif dan inovatif serta selalu berbuat yang bermanfaat untuk diri dan lingkungannya. Dalam konteks hubungannya dengan alam semesta, dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk melakukan kerja perekayasaan agar segala yang ada di alam semesta ini dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan kata lain, tujuan hidup manusia yang semacam ini dapat dikatakan dengan tujuan untuk “beramal”.

3.      Membentuk Sejarah Dan Peradaban (Berilmu)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, Allah menciptakan alam semesta ini dengan pasti dan tidak ada kepalsuan di dalamnya (QS. Shod ayat 27). Oleh Karena itu, alam memiliki eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap (sunnatullah). Di samping itu, sebagai ciptaan dari Dzat yang merupakan sebaik-baiknya pencipta (QS. al-Mukminun ayat 14), alam semesta mengandung nilai kebaikan dan nilai keteraturan yang sangat harmonis. Nilai ini diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia, khususnya bagi keperluan perkembangan sejarah dan peradabannya (QS. Luqman ayat 20). Oleh karena itu, salah satu tujuan hidup manusia menurut al-Qur’an di muka bumi ini adalah melakukan penyelidikan terhadap alam, agar dapat dimengerti hukum-hukum Tuhan yang berlaku di dalamnya, dan selanjutnya manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri, demi kemajuan sejarah dan peradabannya.
Proses pemanfaatan alam semesta dalam kehidupan manusia diwujudkan dengan perbuatan dan aktivitas riil yang memiliki nilai guna. Perbuatan atau aktivitas riil yang dijalankan manusia dimuka bumi ini selanjutnya membentuk rentetan peristiwa, yang disebut dengan “sejarah”. Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau rajanya. Hidup tanpa sejarah adalah kehidupan yang dialami oleh manusia setelah kematian. Karena dalam kehidupan pasca kematian manusia hanya diharuskan mempertanggungjawabkan terhadap sejarah yang telah dibuat atau dibentuk selama dalam kehidupannya di dunia. Dengan demikian, dalam kehidupannya di dunia, manusia juga memiliki tujuan untuk membentuk sejarah dan peradabannya yang baik, dan selanjutnya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhannya.
Uraian dapat membentuk sejarahnya, manusia harus selalu iqra’ atau membaca alam semesta. Dengan kata lain, manusia harus menjadikan alam semesta sebagai media mengembangkan ilmu dan pengetahuannya. Oleh karena itu, tujuan manusia membentuk sejarah dan peradaban ini dapat dikatakan sebagai tujuan menjadi manusia yang “berilmu”.
Berdasarkan uraian tentang tujuan-tujuan hidup manusia di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa menurut al-Qur’an manusia setidaknya memiliki 3 tujuan dalam hidupnya. Ketiga tujuan tersebut adalah; pertama, menyembah kepada Allah Swt. (beriman). Kedua, memakmurkan alam semesta untuk kemaslahatan (beramal) dan Ketiga, membentuk sejarah dan peradabannya yang bermartabat (berilmu). Dengan kata lain, menurut al-Qur’an, tugas atau tujuan pokok hidup manusia dimuka bumi ini sebenarnya sangatlah sederhana, yakni menjadi manusia yang “beriman”, “beramal” dan “berilmu”. Keterpaduan ketiga tujuan hidup manusia inilah yang menjadikan manusia memiliki eksistensi dan kedudukan yang berbeda dari makhluk Allah lainnya.

2.5  Tugas Hidup Manusia Menurut Islam
Di dalam Al Quran, sedikitnya ada tiga hal utama yang menjadi tugas manusia di dunia, yaitu:
1.      Menjadi khalifah Allah, sesuai dengan firman Allah: Kaum Musa berkata, "Kami telah ditindas (oleh Firaun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang." Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi Allah, maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu." (al-A'raf: 129). Pengertian kalimat, "Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu", berarti Allah akan membalas perbuatan manusia; yang baik dibalas baik dan yang buruk dibalas buruk.
2.      Menyembah Allah, sesuai dengan firman Allah: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat: 56).
3.      Memakmurkan bumi, sesuai dengan firman Allah: Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan doa hamba-Nya." (Huud: 61). Pengertian kata pemakmurnya berarti manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
Tiga tugas ini saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Memakmurkan bumi jika dilandasi niat yang benar, adalah ibadah sesuai dengan perintah Allah, dan dalam satu waktu telah terlaksana tugas khalifatullah yang berorientasi kepada memakmurkan bumi.

2.6  Ciri-Ciri Manusia Sempurna Dalam Pandangan Islam
 Sesungguhnya manusia itu diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sempurna dan bagus, dan manusia diciptakan sebagai kholifah Allah di bumi, dan telah dijadikan bumi seisinya untuk tunduk kepada manusia. Allah befirman : “Sungguh kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna" (At Tiin : 5).
Ciri manusia yang sempurna menurut Islam adalah :
  1. Jasmani Yang Sehat Serta Kuat Dan Berketerampilan.
Ini diperlukan untuk penyiaran pembelaan dan penegakan ajaran agama Islam. Islam juga menghendaki manusia sehat mental (iman), selain jasmani. Untuk itu dalil-dalil nakli menunjangnya :
§  Qs. Al anfal:60 (Penjasmani) : mempersiapkan kekuatan dan pasukan berkuda untuk menghadapi musuh agama.
§  Qs. Al ankabut:43 : Pentingnya ilmu, berfikir dan belajar
§  Sabda Nabi (Al bukhari I,1981:25) : perintah belajar
§  Qs. Al alaq:1 : orang islam harus pandai membaca
§  Qs. An nahl:43 : menyuruh bertanya bila tidak tahu.
Islam menghendaki manusia berpengetahuan sebagai cirri akalnya berkembang baik, yang berisi banyak pengetahuan, sains, filsafat, serta kemampuan menyelesaikan masalah secara ilmiah atau filosofis.
Akal cerdas karunia tuhan indikatornya ialah kecerdasan umum (IQ) yang juga ditentukan oleh keturunan yang berkaitan dengan kesehatan jiwa dan fisik.
Sungguh beruntunglah kita yang dikaruniai jasmani yang sempurna. Kaki, tangan, lidah, mata, hidung, telinga, perut adalah pemberian Allah yang harus kita syukuri dengan mempergunakannya untuk melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Dengan jasmani kita bisa merasakan kenikmatan hidup di dunia ini.

2.      Rohani Yang Berkualitas Tinggi.
Rohani adalah selain jasmani dan akal. Rohani bersifat samar, ruwet, jelas batasnya, manusia tidak mengetahui hakikatnya. Tasawuf dan pendidikan islam menyebutnya dengan Qalb ( kalbu).
Qalbu gejalanya (jasa) jelas: sedih, gelisah, malu, sabar, serakah, putus asa, cinta, benci, iman, kepampuan melihat yang ghaib (syurga, neraka, bahakan tuhan), melihat tuhan adalah kemampuan manusia memperoleh ilmu laduni dan ilmu kasyaf.
Kekuatan jasmani dibatasi objek objek materi yang ditangkap indra. Kekuatan akal sangat luas : dapat mengetahui objek abstrak sebatas fikiran logis. Kekuatan rohani lebih jauh, jasmani, dan akal atau tidak terbatas.
Islam mengistimewakan aspek kalbu, kalbu dapat menembus alam ghaib, bahakan menembus tuhan. Kalbu merupakan potensi yang mampu beriman secara sungguh sungguh, iman tempatnya dalam kalbu (Al hujurat:14, Al ma’idah:141).
Jadi intinya rohani adalah unsur manusia yang tidak kasatmata, yang menjadikan jasmani menjadi manusia yang hidup. Dalam buku yag ditulis barmawie umary, rohani terdiri dari :
o    Akal
Akal = dengannya manusia yang lemah bisa mengendalikan kehidupannya di dunia. Berkat akal pula kehidupan manusia bisa jadi lebih mudah. Apa yang ada dihadapan anda sekarang ini adalah bukti kemampuan yang dikaruniakan allah hanya kepada manusia, yaitu akal. Dengan akal pulalah perbedaan antara hewan dan manusia sangat mencolok.
o    Nafsu
Nafsu = adalah suatu bagian rohani yang dimiliki manusia untuk berkehendak atau berkeinginan. Tanpa nafsu barangkali takkan ada kemajuan dalam hidup manusia. Akan tetapi seringkali nafsu mengalahkan hati dan akal sehingga yang terjadi adalah kerusakan. Masih dari buku karya barmawie, tersebut bahwa nafsu dikategorikan menjadi:
Nafsul ammarah : yaitu jiwa yang belum mampu membedakan yang baik dan buruk, lebih mendorong kepada tindakan yang tidak patut.
Nafsul lawwamah : yaitu jiwa yang telah memiliki rasa insaf dan menyesal setelah melakukan suatu pelanggaran, malu perbuatan buruknya diketahui orang lain an tetapi belum mampu untuk menghentikan tindakanya
Nafsul musawwalah : jiwa yang telah bisa membedakan yang baik dan buruk, telah bisa menggunakan akalnya untuk menimbang mana yang baik dan mana yang buruk.
Nafsul muthmainnah : yaitu jiwa yang telah mendapat tuntunan dan terpelihara sehingga mendatangkan ketenangan jiwa. Dengan jiwa ini akan melahirkan sikap dan perbuatan yang baik dan membentengi kekejian
Nafsu mulhamah : adalah jiwa yang memperoleh ilham dari allah swt dikarunia ilmu dan dihiasi akhlak mahmudah.
Nafsu raadliyah : yaitu jiwa yang ridho kepada allah, selalu bersyukur kepadanya.
Nafsu mardliyah : yaitu jiwa yang diridhoi allah.
Nafsu kaamilah : yaitu jiwa yang telah sempurna.

o   Qolbu
Qolbu (hati) = dari hatilah segala kepribadian manusia muncul. Apabila hati selalu dibina secara baik sesuai syari'at maka manusia akan berakhak mulia. Akan tetapi seringkali kekuasaan hati tertutupi oleh kekuasaan nafsu, apalagi dengan ditambah bisikan-bisikan syetan, sehingga yang muncul bukanlah cahaya ilahi akan tetapi bisikan syetan. Oleh karenanya hati harus selalu disirami tuntunan islam dengan selalu berzdikir kepada allah. Dalam menjaga hatinya seorang muslim harus selalu wasapada terhadap terjangkitnya penyakit hati. Penyakit hat sungguh berbahaya bagi kehidupannya.
Qalbu yang berisi iman mempunyai gejala, ditandai :
§  Shalat khusyuk (Al mu’min:1-2)
§  Mengingat Allah, hatinya tenang (Az zumar:23)
§  Disebut nama Allah bergetar hatinya ( Al hajj:34-35)
§  Dibacakan ayat Allah sujud dan menangis (Maryam:58, Al isra’:109)

o   Roh
Roh = seorang mukmin percaya bahwa manusia hidup karena roh yang ada dalam jasadnya. Akan tetapi bagaimana bentuk atau wujudnya itu bukanlah urusan manusia, karena allah telah berfirman : dan mereka bertanya kepadamu (muhammad) tentang roh; katakanlah : roh itu urusan rabb ku dan kamu tidak diberi ilmu melainkan sedikit."

0 komentar:

Posting Komentar