Rabu, 17 Oktober 2012

Pemasaran / Marketing Syariah



A.    Pengertian  Pemasaran Syariah
Profesor Philip Kothler, salah satu pakar marketing yang terkemuka, dalam bukunya Marketing Management, mendefinisikan bahwa pemasaran adalah sebuah proses sosial  dan manajerial di mana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai.
Menurut American Marketing Asociation, pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan eksekusi, mulai dari tahap konsepsi, pentapan harga, promosi, hingga distribusi barang-barang, ide-ide, jasa-jasa, untuk melakukan pertukaran yang memuaskan individu dan lembaga-lembaganya.
Selain itu ada juga definisi lain yaitu Marketing is a strategic business discipline that directs the process of creating, offering, and changing value from one initiator to its stakeholders. (Pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya).
Hermawan Kartajaya memberikan gagasan tentang pemasaran yang disebutnya dengan Ultimate Philosophy of Marketing yang memiliki tiga unsur, yaitu:
·      Vision
Pemasaran haruslah sebuah konsep bisnis strategis yang ditujukan untuk menjamin kepuasan yang berkelanjutan kepada tiga stakeholder utama yaitu pelanggan, karyawan, dan shareholder.
·      Mission
Pemasaran harus menjadi jiwa dari sebuah perusahaan sehingga setiap orang dalam perusahaan akan menjadi pemasar.


·      Values
Tiga prinsip nilai yang dianut setiap perusahaan adalah; pertama, merek yang lebih berharga daripada produk; kedua, shareholder harus memperlakukan bisnis mereka sebagai servis; ketiga, setiap orang di dalam organisasi harus terlibat dalam proses pemuasan pelanggan  baik secara langsung maupun tidak dan tidak pada fungsi tertentu.
Jadi, Pemasaran Syariah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholder-nya yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam. Di dalam Al-Quran surat Shood ayat 24 , Allah mengingatkan kita agar senantiasa menghindari perbuatan zhalim dalam bisnis, berikut ini merupakan ayatnya:
tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ߊ¼ãr#yŠ $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm­/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ    

“Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.”


B.     Perkembangan Pemasaran menuju Pemasaran Syariah
Persepsi bahwa pasar konvensional selalu lebih menguntungkan dan pasar syariah adalah “pasarnya” kaum Muslim semata tidaklah tepat. Namun, memang tidak  mudah mengubah persepsi yang sudah  mengakar di benak masyarakat ini. Apalagi, dalam dunia marketing terdapat istilah yang sangat  terkenal, perception is much more important  than reality.
Walaupun begitu, perubahan  persepsi  bukanlah suatu hal yang tidak mungkin. Sejalan dengan perubahan kebutuhan dan keinginan  manusia, di masa depan, ternyata terjadi juga pergeseran pasar  dari tingkat intelektual  atau rasional, menuju ke emosional, dan akhirnya bertransformasi ke spritual. Pasar spritual ini akan mempertimbangkan kesesuaian produk, keuntungan finansial, dan nilai-nilai spritual yang diyakininya.
Namun tidak serta merta pasar rasional akan berpindah ke spritual. Di sinilah tantangan  terbesar sistem syariah dalam membidik pasar  rasional. Jangan lupa, pasar rasional dan pasar yang mengambang masih merupakan pasar besar. Solusi yang bisa dilakukan dalam meraih pasar ini adalah dengan konsep Syariah Marketing. Syariah Marketing merupakan  suatu proses  bisnis yang keseluruhan prosesnya menerapkan nilai-nilai Islam. Suatu cara dalam memasarkan suatu proses  bisnis yang mengedepankan nilai-nilai yang mengagungkan  keadilan dan kejujuran. Dengan Syariah Marketing, seluruh proses tidak boleh ada yang bertentangan dengan perinsip-perinsip yang islami. Dan selama proses  bisnis ini dapat di jamin, atau tidak terjadi penyimpangan terhadap perinsip syariah, maka setiap transaksi apa pun dalam pemasaran dapat diperbolehkan.
Seperti Nabi Muhammad yang telah menunjukkan kita bagaimana cara berbisnis yang berpegang teguh pada kebenaran, kejujuran, dan sikap amanah sekaligus bisa tetap  memperoleh keuntungan yang optimal.
Selain diperlukannya sifat yang sesuai dengan tuntutan syariah, kita juga perlu mempersiapkan diri dengan konsep  pemasaran yang  ampuh  agar mampu merealisasikannya.
Konsep pemasaran ini disebut sebagai  Syariah Marketing Strategy untuk memenangkan  Mind-Share, Syariah Marketing Tactic untuk memenangkan  Market-share, dan Syariah Marketing Value dalam memenangkan  Heart-Share.
Dengan Syariah Marketing Strategy, dapat dilakukan pemetaan pasar berdasarkan  ukuran pasar,  pertumbuhan pasar, keunggulan kompetitif, dan situasi  persaingan.  Setelah membidik pasar rasional  yang sangat potensial tersebut, selanjutnya adalah melakukan positioning yang solid di benak pelanggan.
Setelah menyusun strategi, lalu melakukan  Syariah Marketing Tactic untuk memenangkan  Market Share. Mengapa? Karena jika positioning dibenak pelanggan telah kuat, maka perlu melakukan diferensiasi yang mencakup apa yang ditawarkan  (content), bagaimana  menawarkan (context), dan apa infrastruktur  dalam proses menawarkannya.
Langkah selanjutnya adalah menerapkan diferensiasi secara kreatif dan inovatif dengan menggunakan Marketing-Mix (price, product, place, promotion,). Selain itu penting juga melakukan selling dalam meningkatkan  hubungan dengan pelanggan sehingga mampu menghasilkan  keuntungan finansial.
Terakhir, semua strategi dan taktik yang sudah di rancang akan berjalan optimal jika disertai dengan peningkatan value dari produk atau jasa. Peningkatan  value maksudnya adalah mampu membangun  merek yang kuat, memberikan servis yang membuat pelanggan loyal, dan mampu menjalankan  proses yang sesuai  dengan keinginan  dan kebutuhan  pelanggan. Di Syariah Marketing Value, merek atau brand merupakan  nama baik yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan. Contohnya, Nabi Muhammad. Yang terekam kuat di pikiran semua orang bahwa beliau adalah seorang  al-amin. Brand ini menjadikan Nabi Muhammad lebih mudah untuk mengkomunikasikan produknya, karena semua orang  telah mempercayai semua perkataannya.
Selain merek, perusahaan yang menerapkan syariah marketing perlu juga memperhatikan servis yang di tawarkan  agar dapat menjaga  kepuasan pelanggan. Karena filosifinya, “Every business is  a service business”. Dan dalam melakukan pelayanan perlu penekanan sikap yang simpatik, lembut, sopan, dan penuh kasih syang. Kemudian, prinsip terakhir adalah proses yang mencerminkan  tingkat quality, cost, dan delivery dari produk atau jasa yang ditawarkan.
Dengan berbagai tools pemasaran  tersebut dan dilandasi oleh prinsip yang berlandaskan  nilai-nilai syariah, pasar rasional akan dapat lebih mudah di bawa  ke wilayah pasar spritual. Akhirnya, tantangan  dalam meningkatkan pertumbuhan pangsa  pasar syariah perlahan dapat diatasi.  Pasar akan semakin  tumbuh seiring dengan pergeseran dari pasar rasional ke pasar  spritual.

C.    Mengubah Pasar dari Rasional ke Emosional ke Spiritual
Ada anggapan sebagian orang bahwa pasar syariah adalah pasar yang emosional (emotional market) karena ada alasan-alasan keagamaan yang emosional dan tidak mementingkan keuntungan financial yang bersifat rasional, sedangkan pasar konvensional (non-syariah) dianggap sebagai pasar yang rasional karena mengutamakan motif mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperdulikan usaha yang dilakukan bertentangan atau tidak dengan ajaran agama. Ternyata hal ini tidaklah tepat, pasar emosional sebenarnya sangat rasional karena seperti kita ketahui bahwa setelah menjalani hidup di dunia, kelak kita juga akan menjalani kehidupan di akhirat, jadi berada di pasar emosional akan lebih kritis dalam menentukan pilihan karena bukan sekedar keuntungan duniawi saja yang dicari tapi juga bekal untuk di akhirat nanti, dimana semua yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya. Berbeda dengan paham sekulerisme yang menganggap segala hal yang berlandaskan cara berpikir keagamaan merupakan hal yang tidak rasional.
Pada saat ini, praktis bisnis dan pemasaran mengalami pergeseran dan transformasi dari level rasional ke emosional dan pada akhirnya ke level spiritual. Hal ini dapat dilihat dari perilaku konsumen yang mempertimbangkan kesesuaian produk dan jasa terhadap nilai-nilai spiritual yang diyakini.
Di level rasional (intelektual) mengandalkan kekuatan logika dan konsep-konsep keilmuan dengan menggunakan sejumlah tools pemasaran, seperti segmentasi, targeting, positioning, marketing-mix, branding, dan sebagainya.
Sedangkan pada level emosional kemampuan pemasar dalam memahami emosi dan perasaan pelanggan menjadi sangat penting. Beberapa konsep pemasaran dalam level emosional antara lain experiential marketing dan emotional branding.
Selanjutnya adalah level spiritual, dimana praktik pemasaran dikembalikan kepada fungsi-fungsi yang hakiki dan dijalankan dengan moralitas yang kental, diantaranya yaitu prinsip-prinsip kejujuran, empati, cinta, dan kepedulian terhadap sesama. Jika di level rasional yang digunakan adalah “bahasa logika”, lalu di level emosional menggunakan “bahasa rasa”, maka pada level spiritual yang digunakan adalah “bahasa hati.
Spiritual marketing merupakan tingkatan tertinggi karena di dalamnya mengandung nilai-nilai spiritual yang tidak hanya mementingkan keuntungan duniawi semata. Dalam bahasa syariah spiritual marketing adalah tingkatan “pemasaran langit” karena di dalam keseluruhan prosesnya tidak ada yang bertentangan dengan prinsip-prisip muamalah yang mengandung nilai-nilai ibadah.

D.    Spiritual sebagai Jiwa Bisnis Pemasaran
Nilai-nilai spiritual pada dasarnya tidak hanya ada di masjid atau di tempat-tempat peribadatan lainnya tapi seharusnya menjadi napas dalam kehidupan kita sehari-hari termasuk dalam dunia bisnis. Menurut M. Syafi’i Antonio, konsep keadilan dalam Islam berimplikasi pada keadilan sosial dan keadilan ekonomi (praktik bisnis). Dalam konteksnya sebagai keadilan sosial, Islam menganggap umat manusia sebagai satu keluarga yang mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah, walaupun berbeda warna kulit, bahasa, maupun berbeda keadaan ekonominya, karena yang membedakannya di mata Allah hanyalah tingkat ketakwaannya saja. Sedangkan keadilan ekonomi menurut Syafi’i Antonio, adalah konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan di hadapan hukum harus diimbangi dengan keadilan ekonomi. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing-masing kepada masyarakat. Jadi, setiap individu harus terbebas dari eksploitasi individu lain, karena Islam melarang dengan tegas seorang muslim menzholimi atau merugikan orang lain, seperti firman Allah dalam surat Asy Syu’araa’(26) ayat 183 berikut ini :
Ÿwur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Z9$# óOèduä!$uô©r& Ÿwur (#öqsW÷ès? Îû ÇÚöF{$# tûïÏÅ¡øÿãB ÇÊÑÌÈ  

“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”

Kaitannya dengan pesaing, hal itu bukanlah musuh dalam spiritual marketing, justru spiritual marketing menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan selalu memelihara hubungan baik dengan mitra maupun pesaing. Persaingan adalah hal yang baik karena turut membesarkan pasar.
Dengan menerapkan nilai-nilai spiritual dalam berbisnis akan meluruskan praktik-praktik yang menyimpang seperti kecurangan, kebohongan, propaganda, iklan palsu, penipuan, kezaliman, dan sebagainya.
Jadi, spiritual marketing adalah bentuk pemasaran yang dijiwai nilai-nilai spiritual dalam segala proses dan transaksinya, sehingga pada suatu tingkat dimana semua stakeholders utama dalam bisnis (pelanggan, karyawan, pemegang saham), pemasok, distributor, dan bahkan pesaing pun memperoleh kebahagiaan. Lebih dari itu, spiritual marketing bagi seorang muslim juga mengandung nilai-nilai ibadah yang diyakini akan dibalas dengan pahala di akhirat kelak.

E.     Karakteristik dalam Pemasaran Syariah
Terdapat 4 karakteristik seorang syariah marketer dalam Syariah Marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar, yaitu:
1.    Teistis (Robbaniyyah)
Merupakan sifat ketuhanan yang berangkat dari kesadaran akan nilai-nilai religius yang dipandang penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak terperosok ke dalam perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Seorang syariah marketer meyakini bahwa Allah selalu dekat dan mengawasinya ketika sedang melakukan macam bentuk bisnis dan yakin pula bahwa di akhirat nanti Allah akan meminta pertanggungjawaban dan memberi balasan atas apa yang sudah dilakukannya selama di dunia, seperti firman Allah berikut ini:
`yJsù ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB >o§sŒ #\øyz ¼çnttƒ ÇÐÈ   `tBur ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB ;o§sŒ #vx© ¼çnttƒ ÇÑÈ  

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”.

Intinya, seorang syariah marketer harus menempatkan kebesaran Allah di atas segala-galanya.

2.    Etis (Akhlaqiyyah)
Karakteristik ini sebenarnya merupakan turunan dari sifat Teistis yang sangat mengedepankan masalah akhlak (moral dan etika) dalam seluruh aspek kegiatannya. Nilai-nilai moral dan etika adalah nilai yang bersifat universal dan diajarkan oleh semua agama.

3.    Realistis (al- waqi’iyyah)
Syariah marketer bukanlah berarti para pemasar itu harus berpenampilan ala bangsa Arab dan mengharamkan dasi karena dianggap merupakan symbol masyarakat barat tetapi syariah marketer adalah pemasar professional yang berpenampilan bersih, rapi, dan bersahaja serta mengedepankan nilai-nilai religius, kesholehan, aspek moral dan kejujuran dalam segala aktivitas pemasarannya. Memiliki sifat yang tidak kaku, tidak eksklusif, tetapi sangat fleksibel dan luwes serta mudah bergaul. 

4.    Humanistis (Insaniyyah)
Karakteristik ini merupakan prinsip ukhuwah insaniyyah (persaudaraan antarmanusia). Islam tidak membeda-bedakan manusia dari asal daerahnya, warna kulit, maupun status sosialnya, justru Islam mengarahkan seruannya kepada seluruh umat manusia, itu kenapa Islam merupakan Rahmatan lil’alamiin. Jadi, dalam hal menjalankan bisnis, seorang syariah marketer  juga harus memiliki sikap perduli terhadap sesama.

4 komentar:

  1. itu menurut Profesor Philip Kothler dlm apa? and tahun berapa mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Philip Kotler. Marketing Management, 7th Edition, Addison, Wesley Publishing, 1991. Hlm. 5

      Hapus