A.
Pengertian
Pemasaran Syariah
Profesor Philip Kothler, salah satu pakar
marketing yang terkemuka, dalam bukunya Marketing
Management, mendefinisikan bahwa pemasaran adalah sebuah proses sosial dan
manajerial di mana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran
produk-produk yang bernilai.
Menurut American Marketing Asociation, pemasaran
adalah suatu proses perencanaan dan
eksekusi, mulai dari tahap konsepsi, pentapan harga, promosi, hingga distribusi
barang-barang, ide-ide, jasa-jasa, untuk melakukan pertukaran yang memuaskan
individu dan lembaga-lembaganya.
Selain itu ada
juga definisi lain yaitu Marketing is a
strategic business discipline that directs the process of creating, offering,
and changing value from one initiator to its stakeholders. (Pemasaran
adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaaan,
penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya).
Hermawan Kartajaya
memberikan gagasan tentang pemasaran yang disebutnya dengan Ultimate Philosophy of Marketing yang
memiliki tiga unsur, yaitu:
· Vision
Pemasaran haruslah sebuah konsep
bisnis strategis yang ditujukan untuk menjamin kepuasan yang berkelanjutan
kepada tiga stakeholder utama yaitu pelanggan, karyawan, dan shareholder.
· Mission
Pemasaran harus menjadi jiwa dari
sebuah perusahaan sehingga setiap orang dalam perusahaan akan menjadi pemasar.
· Values
Tiga prinsip nilai yang dianut
setiap perusahaan adalah; pertama, merek yang lebih berharga daripada produk;
kedua, shareholder harus memperlakukan bisnis mereka sebagai servis; ketiga,
setiap orang di dalam organisasi harus terlibat dalam proses pemuasan
pelanggan baik secara langsung maupun
tidak dan tidak pada fungsi tertentu.
Jadi,
Pemasaran Syariah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan
proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada
stakeholder-nya yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan
prinsip-prinsip muamalah dalam Islam. Di dalam Al-Quran surat Shood ayat 24 ,
Allah mengingatkan kita agar senantiasa menghindari perbuatan zhalim dalam
bisnis, berikut ini merupakan ayatnya:
tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ß¼ãr#y $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ
“Daud berkata:
"Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu
itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada
sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa
Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud
dan bertaubat.”
B.
Perkembangan
Pemasaran menuju Pemasaran Syariah
Persepsi bahwa pasar konvensional
selalu lebih menguntungkan dan pasar syariah adalah “pasarnya” kaum Muslim
semata tidaklah tepat. Namun, memang tidak mudah mengubah persepsi yang
sudah mengakar di benak masyarakat ini. Apalagi, dalam dunia marketing terdapat
istilah yang sangat terkenal, perception is much more important
than reality.
Walaupun begitu, perubahan
persepsi bukanlah suatu hal yang tidak mungkin. Sejalan dengan perubahan
kebutuhan dan keinginan manusia, di masa depan, ternyata terjadi juga
pergeseran pasar dari tingkat intelektual atau rasional,
menuju ke emosional, dan akhirnya bertransformasi ke spritual.
Pasar spritual ini akan mempertimbangkan kesesuaian produk, keuntungan
finansial, dan nilai-nilai spritual yang diyakininya.
Namun tidak serta merta pasar
rasional akan berpindah ke spritual. Di sinilah tantangan terbesar sistem
syariah dalam membidik pasar rasional. Jangan lupa, pasar rasional dan
pasar yang mengambang masih merupakan pasar besar. Solusi yang bisa dilakukan
dalam meraih pasar ini adalah dengan konsep Syariah
Marketing. Syariah Marketing
merupakan suatu proses bisnis yang keseluruhan prosesnya menerapkan
nilai-nilai Islam. Suatu cara dalam memasarkan suatu proses bisnis yang
mengedepankan nilai-nilai yang mengagungkan keadilan dan kejujuran. Dengan
Syariah Marketing, seluruh proses tidak boleh ada yang bertentangan dengan
perinsip-perinsip yang islami. Dan selama proses bisnis ini dapat di
jamin, atau tidak terjadi penyimpangan terhadap perinsip syariah, maka setiap
transaksi apa pun dalam pemasaran dapat diperbolehkan.
Seperti Nabi Muhammad yang telah
menunjukkan kita bagaimana cara berbisnis yang berpegang teguh pada kebenaran,
kejujuran, dan sikap amanah sekaligus bisa tetap memperoleh keuntungan
yang optimal.
Selain diperlukannya sifat yang
sesuai dengan tuntutan syariah, kita juga perlu mempersiapkan diri dengan
konsep pemasaran yang ampuh agar mampu merealisasikannya.
Konsep pemasaran ini disebut
sebagai Syariah Marketing Strategy untuk memenangkan Mind-Share,
Syariah Marketing Tactic untuk memenangkan Market-share,
dan Syariah Marketing Value dalam memenangkan Heart-Share.
Dengan Syariah Marketing Strategy,
dapat dilakukan pemetaan pasar berdasarkan ukuran pasar, pertumbuhan
pasar, keunggulan kompetitif, dan situasi persaingan. Setelah
membidik pasar rasional yang sangat potensial tersebut, selanjutnya
adalah melakukan positioning yang solid di benak pelanggan.
Setelah menyusun strategi, lalu
melakukan Syariah Marketing Tactic untuk memenangkan Market
Share. Mengapa? Karena jika positioning
dibenak pelanggan telah kuat, maka perlu melakukan diferensiasi yang mencakup
apa yang ditawarkan (content),
bagaimana menawarkan (context),
dan apa infrastruktur dalam proses menawarkannya.
Langkah selanjutnya adalah menerapkan
diferensiasi secara kreatif dan inovatif dengan menggunakan Marketing-Mix (price, product, place, promotion,). Selain
itu penting juga melakukan selling
dalam meningkatkan hubungan dengan pelanggan sehingga mampu menghasilkan
keuntungan finansial.
Terakhir, semua strategi dan taktik
yang sudah di rancang akan berjalan optimal jika disertai dengan peningkatan
value dari produk atau jasa. Peningkatan value maksudnya adalah mampu
membangun merek yang kuat, memberikan servis yang membuat pelanggan
loyal, dan mampu menjalankan proses yang sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan pelanggan. Di Syariah Marketing Value,
merek atau brand merupakan nama baik yang menjadi identitas seseorang
atau perusahaan. Contohnya, Nabi Muhammad. Yang terekam kuat di pikiran semua
orang bahwa beliau adalah seorang al-amin. Brand ini menjadikan Nabi
Muhammad lebih mudah untuk mengkomunikasikan produknya, karena semua
orang telah mempercayai semua perkataannya.
Selain merek, perusahaan yang
menerapkan syariah marketing perlu
juga memperhatikan servis yang di tawarkan agar dapat menjaga
kepuasan pelanggan. Karena filosifinya, “Every business is a service
business”. Dan dalam melakukan pelayanan perlu penekanan sikap yang
simpatik, lembut, sopan, dan penuh kasih syang. Kemudian, prinsip terakhir
adalah proses yang mencerminkan tingkat quality, cost, dan delivery
dari produk atau jasa yang ditawarkan.
Dengan berbagai tools
pemasaran tersebut dan dilandasi oleh prinsip yang berlandaskan
nilai-nilai syariah, pasar rasional akan dapat lebih mudah di bawa ke
wilayah pasar spritual. Akhirnya, tantangan dalam meningkatkan
pertumbuhan pangsa pasar syariah perlahan dapat diatasi. Pasar akan
semakin tumbuh seiring dengan pergeseran dari pasar rasional ke
pasar spritual.
C.
Mengubah
Pasar dari Rasional ke Emosional ke Spiritual
Ada anggapan
sebagian orang bahwa pasar syariah adalah pasar yang emosional (emotional
market) karena ada alasan-alasan keagamaan yang emosional dan tidak
mementingkan keuntungan financial yang bersifat rasional, sedangkan pasar
konvensional (non-syariah) dianggap sebagai pasar yang rasional karena
mengutamakan motif mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperdulikan
usaha yang dilakukan bertentangan atau tidak dengan ajaran agama. Ternyata hal
ini tidaklah tepat, pasar emosional sebenarnya sangat rasional karena seperti
kita ketahui bahwa setelah menjalani hidup di dunia, kelak kita juga akan
menjalani kehidupan di akhirat, jadi berada di pasar emosional akan lebih
kritis dalam menentukan pilihan karena bukan sekedar keuntungan duniawi saja
yang dicari tapi juga bekal untuk di akhirat nanti, dimana semua yang kita
lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya. Berbeda dengan paham sekulerisme
yang menganggap segala hal yang berlandaskan cara berpikir keagamaan merupakan
hal yang tidak rasional.
Pada saat ini,
praktis bisnis dan pemasaran mengalami pergeseran dan transformasi dari level
rasional ke emosional dan pada akhirnya ke level spiritual. Hal ini dapat
dilihat dari perilaku konsumen yang mempertimbangkan kesesuaian produk dan jasa
terhadap nilai-nilai spiritual yang diyakini.
Di level
rasional (intelektual) mengandalkan kekuatan logika dan konsep-konsep keilmuan
dengan menggunakan sejumlah tools
pemasaran, seperti segmentasi, targeting,
positioning, marketing-mix, branding, dan sebagainya.
Sedangkan pada
level emosional kemampuan pemasar dalam memahami emosi dan perasaan pelanggan
menjadi sangat penting. Beberapa konsep pemasaran dalam level emosional antara
lain experiential marketing dan emotional branding.
Selanjutnya
adalah level spiritual, dimana praktik pemasaran dikembalikan kepada
fungsi-fungsi yang hakiki dan dijalankan dengan moralitas yang kental,
diantaranya yaitu prinsip-prinsip kejujuran, empati, cinta, dan kepedulian
terhadap sesama. Jika di level rasional yang digunakan adalah “bahasa logika”,
lalu di level emosional menggunakan “bahasa rasa”, maka pada level spiritual
yang digunakan adalah “bahasa hati.
Spiritual
marketing merupakan tingkatan tertinggi karena di dalamnya
mengandung nilai-nilai spiritual yang tidak hanya mementingkan keuntungan
duniawi semata. Dalam bahasa syariah spiritual
marketing adalah tingkatan “pemasaran langit” karena di dalam keseluruhan
prosesnya tidak ada yang bertentangan dengan prinsip-prisip muamalah yang
mengandung nilai-nilai ibadah.
D.
Spiritual
sebagai Jiwa Bisnis Pemasaran
Nilai-nilai
spiritual pada dasarnya tidak hanya ada di masjid atau di tempat-tempat peribadatan
lainnya tapi seharusnya menjadi napas dalam kehidupan kita sehari-hari termasuk
dalam dunia bisnis. Menurut M. Syafi’i Antonio, konsep keadilan dalam Islam
berimplikasi pada keadilan sosial dan keadilan ekonomi (praktik bisnis). Dalam
konteksnya sebagai keadilan sosial, Islam menganggap umat manusia sebagai satu
keluarga yang mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah, walaupun berbeda
warna kulit, bahasa, maupun berbeda keadaan ekonominya, karena yang
membedakannya di mata Allah hanyalah tingkat ketakwaannya saja. Sedangkan keadilan
ekonomi menurut Syafi’i Antonio, adalah konsep persaudaraan dan perlakuan yang
sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan di hadapan hukum harus diimbangi
dengan keadilan ekonomi. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan
mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing-masing kepada masyarakat.
Jadi, setiap individu harus terbebas dari eksploitasi individu lain, karena
Islam melarang dengan tegas seorang muslim menzholimi atau merugikan orang
lain, seperti firman Allah dalam surat Asy Syu’araa’(26) ayat 183 berikut ini :
wur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Z9$# óOèduä!$uô©r& wur (#öqsW÷ès? Îû ÇÚöF{$# tûïÏÅ¡øÿãB ÇÊÑÌÈ
“Dan janganlah
kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka
bumi dengan membuat kerusakan.”
Kaitannya
dengan pesaing, hal itu bukanlah musuh dalam spiritual marketing, justru
spiritual marketing menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan selalu memelihara
hubungan baik dengan mitra maupun pesaing. Persaingan adalah hal yang baik
karena turut membesarkan pasar.
Dengan
menerapkan nilai-nilai spiritual dalam berbisnis akan meluruskan
praktik-praktik yang menyimpang seperti kecurangan, kebohongan, propaganda,
iklan palsu, penipuan, kezaliman, dan sebagainya.
Jadi,
spiritual marketing adalah bentuk pemasaran
yang dijiwai nilai-nilai spiritual dalam segala proses dan transaksinya,
sehingga pada suatu tingkat dimana semua stakeholders
utama dalam bisnis (pelanggan, karyawan, pemegang saham), pemasok, distributor,
dan bahkan pesaing pun memperoleh kebahagiaan. Lebih dari itu, spiritual
marketing bagi seorang muslim juga mengandung nilai-nilai ibadah yang diyakini
akan dibalas dengan pahala di akhirat kelak.
E.
Karakteristik
dalam Pemasaran Syariah
Terdapat 4
karakteristik seorang syariah marketer
dalam Syariah Marketing yang dapat
menjadi panduan bagi para pemasar, yaitu:
1. Teistis
(Robbaniyyah)
Merupakan
sifat ketuhanan yang berangkat dari kesadaran akan nilai-nilai religius yang
dipandang penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak terperosok ke
dalam perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Seorang syariah marketer meyakini bahwa Allah selalu dekat dan mengawasinya
ketika sedang melakukan macam bentuk bisnis dan yakin pula bahwa di akhirat
nanti Allah akan meminta pertanggungjawaban dan memberi balasan atas apa yang
sudah dilakukannya selama di dunia, seperti firman Allah berikut ini:
`yJsù ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB >o§s #\øyz ¼çntt ÇÐÈ `tBur ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB ;o§s #vx© ¼çntt ÇÑÈ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”.
Intinya,
seorang syariah marketer harus menempatkan kebesaran Allah di atas
segala-galanya.
2. Etis
(Akhlaqiyyah)
Karakteristik
ini sebenarnya merupakan turunan dari sifat Teistis yang sangat mengedepankan
masalah akhlak (moral dan etika) dalam seluruh aspek kegiatannya. Nilai-nilai
moral dan etika adalah nilai yang bersifat universal dan diajarkan oleh semua
agama.
3. Realistis
(al- waqi’iyyah)
Syariah
marketer bukanlah berarti para pemasar itu harus
berpenampilan ala bangsa Arab dan mengharamkan dasi karena dianggap merupakan
symbol masyarakat barat tetapi syariah
marketer adalah pemasar professional yang berpenampilan bersih, rapi, dan
bersahaja serta mengedepankan nilai-nilai religius, kesholehan, aspek moral dan
kejujuran dalam segala aktivitas pemasarannya. Memiliki sifat yang tidak kaku,
tidak eksklusif, tetapi sangat fleksibel dan luwes serta mudah bergaul.
4. Humanistis
(Insaniyyah)
Karakteristik
ini merupakan prinsip ukhuwah insaniyyah (persaudaraan
antarmanusia). Islam tidak membeda-bedakan manusia dari asal daerahnya, warna
kulit, maupun status sosialnya, justru Islam mengarahkan seruannya kepada
seluruh umat manusia, itu kenapa Islam merupakan Rahmatan lil’alamiin. Jadi, dalam hal menjalankan bisnis, seorang syariah marketer juga harus memiliki sikap perduli terhadap
sesama.
Thanks atas info. Izin salin-tempel
BalasHapusitu menurut Profesor Philip Kothler dlm apa? and tahun berapa mas?
BalasHapusPhilip Kotler. Marketing Management, 7th Edition, Addison, Wesley Publishing, 1991. Hlm. 5
Hapusterimakasih sharing ttg Marketing Syariah nya
BalasHapus