2.1
Sekilas Tentang Sewa Guna Usaha (Leasing)
Syari’ah
Sewa guna usaha syari’ah adalah kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak
opsi maupun tanpa hak opsi yang akan digunakan oleh penyewa selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran dimana menggunakan prinsip
ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik. Sewa guna usaha syari’ah diatur di
dalam:
a. Peraturan Ketua Badan Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
b. Peraturan
Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-04/BL/2007 tentang
Akad-akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Syari’ah.
c. Surat
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007
tanggal 29 November 2007 tentang Pernyataan DSN-MUI atas Peraturan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
2.2 Dasar Hukum
Dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha
syari’ah berlainan dengan dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha
konvensional karena sewa guna usaha konvensional diatur di dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha
(Leasing). Sewa guna usaha konvensional menganut asas-asas yang berlaku di
dalam KUHPerdata dimana kiblatnya adalah hukum Eropa Kontinental, seperti asas
kebebasan berkontrak. Sedangkan sewa guna usaha syari’ah menganut asas-asas
yang kiblatnya kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Asas-asas dalam Hukum Perdata Islam yang digunakan
di dalam sewa guna usaha syari’ah yaitu :
o
Asas Kebolehan.
o
Asas kebebasan dan Kesukarelawan.
o
Asas Pembawa Manfaat dan Menolak Mudharat.
o
Asas Kebajikan atau Kebaikan.
o
Asas Adil dan Seimbang.
o
Asas Larangan Merugikan Diri Sendiri dan Orang Lain.
o
Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa.
o
Asas Mengatur dan Memberi Petunjuk.
o
Asas Kebebasan Berusaha.
o
Asas Beritikad Baik dan Dilindungi.
o
Asas Mendahulukan Kewajiban Daripada Hak.
2.3
Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan bagi Perusahaan Pembiayaan yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syari’ah wajib diperoleh
berdasarkan Prinsip Syari’ah.
Sumber pendanaan berdasarkan Prinsip Syari’ah
diperoleh Perusahaan Pembiayaan melalui:
a. Pendanaan Mudharabah Mutlaqah
(Unrestricted Investment) yaitu diperoleh Perusahaan Pembiayaan melalui akad
kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (Shahibul
Mal), dimana Shahibul Mal tersebut membiayai 100% (seratus perseratus) modal
kegiatan pembiayaan untuk proyek yang tidak ditentukan oleh Perusahan
Pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan
dalam akad.
b. Pendanaan Mudharabah Muqayyadah
(Restricted Investment) yaitu diperoleh Perusahaan Pembiayaan melalui akad
kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (Shahibul
Mal), di mana shahibul mal tersebut membiayai 100% (seratus perseratus) modal
kegiatan pembiayaan untuk proyek yang telah ditentukan oleh Perusahan
Pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan
dalam akad.
c. Pendanaan Mudharabah Musytarakah
yaitu diperoleh Perusahaan Pembiayaan melalui akad kerja sama dengan pihak lain
yang bertindak sebagai penyandang dana (Shahibul Mal), dimana shahibul mal dan
Perusahaan Pembiayaan selaku pengelola (Mudharib) turut menyertakan modalnya
dalam kerja sama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang
dituangkan dalam akad.
d. Pendanaan
Musyarakah (Equity participation) yaitu diperoleh Perusahaan Pembiayaan melalui
akad kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana
(Shahibul Mal), dimana shahibul mal dan Perusahaan Pembiayaan selaku pengelola
(Mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerja sama investasi dan keuntungan
usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
e. Pendanaan
lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syari’ah.
2.4
Jenis-Jenis Sewa Guna Usaha Syari’ah
Ada 2 jenis dalam sewa guna usaha konvensional yaitu
:
a.
Finance Lease (Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi).
b.
Operating Lease (Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi).
Sedangkan dalam sewa guna usaha syari’ah dilakukan
berdasarkan :
a.
Ijarah (tanpa hak opsi)
b.
Ijarah Muntahiah Bit Tamlik (dengan hak opsi)
Pada dasarnya jenis sewa guna usaha yang diterapkan
dalam sewa guna usaha syari’ah sama jenisnya dengan yang diterapkan di sewa
guna usaha konvensional namun penyebutanya saja yang berbeda.
Ijarah
= operating lease = tidak mendapatkan hak opsi diakhir masa sewa
Ijarah
Muntahiyah Bittamlik = finance lease = dapat hak opsi diakhir masa sewa
Pengertian tentang Ijarah adalah akad penyaluran
dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi
sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan
barang itu sendiri.
Pengertian tentang Ijarah Muntahiah Bit Tamlik
adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan
Pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai
opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai
masa sewa.
Dalam
Sewa Guna Usaha Konvensional, pemberi sewa disebut dengan Lessor sedangkan
penerima sewa disebut dengan Lesse.
Dalam
Sewa Guna Usaha Syari’ah, pemberi sewa disebut dengan Muajjir. Sedangkan
Penerima Sewa disebut dengan Musta’jir.
2.5
Cara Membagi Keuntungan di Prinsip
Syari’ah
Cara Membagi Keuntungan dalam Sewa Guna Usaha
Konvensional sudah secara langsung ditentukan oleh peraturan yang berlaku yaitu
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna
Usaha (Leasing) pada pasal 14.
Sedangakan cara membagi keuntungan dalam Sewa Guna
Usaha Syari’ah yaitu dapat ditentukan pada saat pembuatan perjanjian oleh kedua
belah pihak yang masing-masing pihak sudah menyepakatinya.
Pembiayaan Konvensional menggunakan sistem Bunga
sedangkan Pola pembiayaan Pada sistem Syariah menggunakan sistem jual beli
(al-murabahah) atau bagi hasil.
Ijarah tanpa disertai dengan adanya opsi pemindahan
hak milik atas barang yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa
(Tidak mendapatkan Hak Opsi di akhir masa Leasing), sedangkan Ijarah Muntahiah
Bit Tamlik disertai dengan adanya opsi pemindahan hak milik atas barang yang
disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa (Mendapatkan Hak Opsi di akhir
masa Leasing).
2.6 Operasional Sewa Guna Usaha (Leasing) Syariah
·
Di dalam Ijarah,
Hak Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (Muajjir) adalah :
a. Memperoleh
pembayaran sewa dan atau biaya lainnya dari penyewa (Musta’jir).
b. Mengakhiri
akad Ijarah dan menarik obyek Ijarah apabila penyewa (Musta’jir) tidak mampu
membayar sewa sebagaimana diperjanjikan.
·
Kewajiban
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (Muajjir) adalah :
a. Menyediakan
obyek Ijarah yang disewakan.
b. Menanggung
biaya pemeliharaan obyek Ijarah.
c. Menjamin
obyek Ijarah yang disewakan tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan
baik.
·
Hak penyewa
(Musta’jir) di dalam Ijarah adalah :
a. Menerima
obyek Ijarah dalam keadaan baik dan siap dioperasikan.
b. Menggunakan
obyek Ijarah yang disewakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang
diperjanjikan.
·
Kewajiban
penyewa (Musta’jir) adalah :
a. Membayar
sewa dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan.
b. Mengembalikan
obyek Ijarah apabila tidak mampu membayar sewa.
c. Menjaga
dan menggunakan obyek Ijarah sesuai yang diperjanjikan.
d. Tidak
menyewakan kembali dan atau memindahtangankan obyek Ijarah kepada pihak lain.
Dalam pelaksanaan Ijarah Muntahiah Bit Tamlik,
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (Muajjir) diwajibkan untuk membuat
Wa’ad. Pengertian dari Wa’ad adalah janji pemindahan kepemilikan obyek Ijarah
Muntahiah Bit Tamlik pada akhir masa sewa.
Wa’ad bersifat tidak mengikat bagi penyewa
(Musta’jir) dan apabila wa’ad dilaksanakan, maka pada akhir masa sewa wajib
dibuat akad pemindahan kepemilikan.
· Di
dalam Ijarah Muntahiah Bit Tamlik, Hak Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi
sewa (Muajjir) adalah:
a. Memperoleh
pembayaran sewa dari penyewa (Musta’jir).
b. Menarik
obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik apabila penyewa (Musta’jir) tidak mampu
membayar sewa sebagaimana diperjanjikan.
c. Pada akhir masa sewa,
mengalihkan obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik kepada penyewa lain yang mampu
dalam hal penyewa (Musta’jir) sama sekali tidak mampu untuk memindahkan
kepemilikan obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik atau memperpanjang masa sewa atau
mencari calon penggantinya.
· Kewajiban
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (Muajjir) adalah:
a. Menyediakan
obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik yang disewakan.
b. Menanggung
biaya pemeliharaan obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik kecuali diperjanjikan
lain.
c. Menjamin
obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi
dengan baik.
· Hak
penyewa (Musta’jir) di dalam Ijarah Muntahiah Bit Tamlik adalah:
a. Menggunakan
obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang
diperjanjikan.
b. Menerima
obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik dalam keadaan baik dan siap dioperasikan.
c. Pada
akhir masa sewa, memindahkan kepemilikan obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik,
atau memperpanjang masa sewa, atau mencari calon penggantinya dalam hal tidak
mampu untuk memindahkan hak kepemilikan atas obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik
atau memperpanjang masa sewa.
d. Membayar
sewa sesuai dengan yang diperjanjikan.
· Kewajiban
penyewa (musta’jir) adalah:
a. Membayar
sewa sesuai dengan yang diperjanjikan.
b. Menjaga dan
menggunakan obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik sesuai yang diperjanjikan.
c. Tidak
menyewakan kembali obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik kepada pihak lain.
d. Melakukan
pemeliharaan kecil (tidak material) terhadap obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik.
2.7
Objek dalam Sewa Guna Usaha Syari’ah
Obyek Ijarah adalah berupa barang modal yang
memenuhi ketentuan antara lain:
a. Obyek
Ijarah merupakan milik dan atau dalam penguasaan Perusahaan Pembiayaan sebagai
pemberi sewa (Muajjir).
b. Manfaat
obyek Ijarah harus dapat dinilai.
c. Manfaat
obyek Ijarah harus dapat diserahkan Penyewa (Musta’jir).
d. Pemanfaatan
obyek Ijarah harus bersifat tidak dilarang secara syariah (tidak diharamkan).
e. Manfaat
obyek Ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas.
f. Spesifikasi
obyek Ijarah harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi
fisik, kelaikan, dan jangka waktu pemanfaatannya.
Obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik adalah berupa
barang modal yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Obyek
Ijarah Muntahiah Bit Tamlik merupakan milik Perusahaan Pembiayaan sebagai
pemberi sewa (Muajjir).
b. Manfaatnya
harus dapat dinilai dengan uang.
c. Manfaatnya
dapat diserahkan kepada penyewa (Musta’jir).
d. Manfaatnya
tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
e. Manfaatnya
harus ditentukan dengan jelas.
f. Spesifikasinya
harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik,
kelaikan, dan jangka waktu pemanfataannya.
2.8
Persyaratan Penetapan Harga Sewa
Persyaratan penetapan harga sewa (Ujrah) atas obyek
Ijarah wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Besarnya
harga sewa (Ujrah) atas obyek Ijarah dan cara pembayaran ditetapkan menurut
kesepakatan yang dibuat dalam akad secara tertulis.
b. Alat
pembayaran harga sewa (Ujrah) obyek Ijarah adalah berupa uang atau bentuk lain
yang memiliki nilai yang sama yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syari’ah.
Harga sewa (Ujrah) dan cara pembayaran atas obyek
Ijarah Muntahiah Bit Tamlik ditetapkan berdasarkan kesepakatan di awal akad.
Harga untuk opsi pemindahan kepemilikan obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik ditetapkan
setelah berakhirnya masa sewa. Harga untuk opsi pemindahan kepemilikan dibuat
secara tertulis dalam perjanjian pemindahan kepemilikan. Alat pembayaran atas
harga adalah berupa uang atau bentuk lain yang memiliki nilai yang sama dan
tidak dilarang secara syariah.
2.9 Hal-hal yang Dimuat dalam Sewa Guna Usaha
Syari’ah
Di dalam Ijarah memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Identitas
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (Muajjir) dan penyewa (Musta’jir).
b. Spesifikasi
obyek Ijarah meliputi nama, jenis, jumlah, ukuran, tipe dan lokasi
penggunaan/penempatan obyek Ijarah.
c. Spesifikasi
manfaat obyek Ijarah.
d. Harga
perolehan, nilai pembiayaan, dan pembayaran sewa Ijarah.
e. Jangka
waktu sewa.
f. Saat
penyerahan obyek Ijarah.
g. Ketentuan
mengenai pengakhiran transaksi yang belum jatuh tempo.
h. Ketentuan
mengenai biaya-biaya yang timbul selama masa sewa.
i. Ketentuan
mengenai biaya-biaya yang ditanggung oleh masing-masing pihak apabila terdapat
kerusakan, kehilangan atau tidak berfungsinya obyek Ijarah.
j. Ketentuan
mengenai pengalihan kepemilikan obyek Ijarah oleh Perusahaan Pembiayaan sebagai
pemberi sewa (Muajjir) kepada pihak lain.
k. Hak
dan tanggung jawab masing-masing pihak.
Dalam Ijarah Muntahiah Bit Tamlik paling kurang
memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Identitas
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (Muajjir) dan penyewa (Musta’jir).
b. Spesifikasi
obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik meliputi nama, jenis, jumlah, ukuran, tipe
dan lokasi penggunaan obyek sewa.
c. Spesifikasi
manfaat obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik.
d. Harga
perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran harga sewa (ujrah), ketentuan jaminan
dan asuransi atas obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik.
e. Jangka
waktu sewa.
f. Saat
penyerahan obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik.
g. Ketentuan
mengenai pengakhiran transaksi yang belum jatuh tempo.
h. Ketentuan
mengenai biaya-biaya yang timbul selama masa sewa.
i. Ketentuan
mengenai biaya-biaya yang ditanggung oleh masing-masing pihak apabila terdapat
kerusakan, kehilangan atau tidak berfungsinya obyek Ijarah Muntahiah Bit
Tamlik.
j. Ketentuan
mengenai pengalihan kepemilikan obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik oleh
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (Muajjir) kepada pihak lain.
k. Hak
dan tanggung jawab masing-masing pihak.
Dokumentasi dalam Ijarah oleh Perusahaan Pembiayaan
sebagai pemberi sewa (Muajjir) meliputi:
a. Surat
persetujuan prinsip (Offering Letter).
b. Akad
Ijarah.
c. Perjanjian
pengikatan jaminan atas pembayaran sewa.
d. Tanda
terima barang.
Dokumentasi dalam Ijarah Muntahiah Bit Tamlik oleh
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir) adalah :
a. Surat
permohonan Ijarah Muntahiah Bit Tamlik.
b.
Surat persetujuan prinsip (Offering Letter).
c. Akad
Ijarah Muntahiah Bit Tamlik.
d.
Dokumen wa’ad.
e. Perjanjian
pengikatan jaminan atas pembayaran sewa.
f. Tanda
terima barang.
g. Perjanjian
pemindahan kepemilikan.
Mengenai keberadaan Dewan Pengawas, Perusahaan
Pembiayaan Syari’ah wajib mempunyai Dewan Pengawas Syari’ah minimal 2 (dua) orang
anggota dan 1 (satu) orang ketua. Anggota Dewan Pengawas Syari’ah diangkat
dalam Rapat Pemegang Saham (RUPS) atas Rekomendasi dari Majelis Ulama
Indonesia. Dewan Pengawas Syari’ah bertugas untuk memberikan nasihat dan saran
kepada direksi, mengawasi aspek syari’ah kegiatan operasional Perusahaan
Pembiayaan dan sebagai mediator antara Perusahaan Pembiayaan dengan DSN-MUI.
Dewan pengawas syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi,
mengawasi aspek syariah, kegiatan operasional, serta menjadi mediator
perusahaan pembiayaan terhadap DSN-MUI. Anggota dewan diangkat dalam rapat
pemegang saham atas rekomendasi MUI.
0 komentar:
Posting Komentar